JAMINAN KESEHATAN DAN KELOMPOK RENTAN

Jaminan kesehatan menjadi bagian yang sangat penting dalam kehidupan kelompok rentan. Kelompok rentan yang di maksud dalam tulisan ini adalah difabel/ penyandang cacat yang terbagi atas difabilitas fisik (lumpuh layu, amputasi, SCI / paraplegia), difabilitas komunikasi (pendengaran dan atau wicara), difabilitas mental / retardasi mental, CP ataupun difabilitas ganda.
Pemahaman jaminan kesehatan disini meliputi 2 aspek yaitu pembiayaan layanan kesehatan. Berdasar pada hak masyarakat yang mempunyai kebutuhan khusus ada 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu pembiayaan kesehatan yang affordable yaitu pembiayaan kesehatan yang terjangkau oleh semua orang, dengan cara yang memudahkan semua. Sehingga bagi masyarakat yang tidak mempunyai uang untuk membayar biaya kesehatannya maka akan dibiayai oleh pemerintah sebagai penanggung jawab dengan kemudahan proses dan efisiensi waktu (termasuk diantaranya adalah adanya informasi serta kemudahan mengakses pembiayaan yang disediakan oleh pemerintah Kota bagi orang yang mengalami hambatan mobilitas, komunikasi dan mental, ditingkat Badan pembiayaan ataupun pemberi layanan kesehatan). Termasuk diantaranya adalah mengakses pembiayaan kesehatan “diluar” coverage jaminan umum, berupa tindakan medis ataupun formularium, serta alat bantu kesehatan yang menjadi kebutuhan difabel karena kecacatannya.

Hal lain yang menjadi hak kelompok rentan adalah pelayanan kesehatan yang aksesibel oleh pemberi layanan kesehatan yang ada di kota Yogyakarta, secara fisik ataupun non fisik. Fisik dalam hal ini adalah fasilitas bangunan gedung serta sarana prasarana di Pusat layanan kesehatan baik Puskesmas, RS Negeri dan swasta yang ada. Aksesibilitas non fisik dalam layanan kesehatan adalah pemberian layanan oleh petugas dari petugas jaga, medis, adminstrasi yang mampu berkomunikasi aktif dan memahami kebutuhan difabel, dalam hal ini apabila mendapatkan dukungan ataupun informasi yang memudahkan untuk melakukan aktivitas dalam mengakses layanan kesehatan yang dibutuhkan.

Kota Yogyakarta merupakan kota yang lebih maju dalam pemenuhan hak difabel, berdasarkan pengalaman penelitian serta pendampingan kesehatan yang dilakukan SAPDA selama ini. Berawal dari komunikasi intensif dan dipraktekkan langsung bersama Badan Pelaksana terkait, terlihat bahwa tidak ada diskriminasi terhadap kelompok rentan, bahkan muncul dukungan terhadap pemenuhan kebutuhan tersebut dari pembuat kebijakan Kota Yogyakarta. Dukungan dan keberpihakan tersebut dibuktikan dengan adanya pasal yang beisi pemenuhan pembiayaan bagi Difabel secara jelas dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 10 Tahun 2010 tentang Sistem Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Kota Yogyakarta. Secara tersirat ada pemenuhan atas kebutuhan khusus karena difabilitasnya dengan pembatasan . Seperti terlihat dalam pasal 19 ayat 3 huruf d dan e

1. Pelayanan Paket Khusus yang meliputi Upaya Kelangsungan HIDUP (life Saving) Ibu Hamil dengan tindakan OPERASI, Kasus KDRT, Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, HIV/AIDS, hasil DDTKA,DDTKB, Rujukan Penjaringan kesehatan anak sekolah serta difabel.

2. Pembatasan Pelayanan (Limitation services) meliputi: pemberian kacamata, Intra Ocular Lens (IOL), Alat bantu dengar, Alat bantu gerak dan pelayanan penunjang diagnostik canggih.

Sebagai bahan pemikiran serius adalah siapa “difabel” yang mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan tersebut dengan pembiayaan pemerintah kota Yogyakarta penuh atau sebagian. Karena tidak semua difabel “tidak mampu membayar atau harus ditanggung penuh oleh pemerintah Kota Yogyakarta”. Harus diakui bawha memilih atau memilah menjadi hal yang cukup rumit termasuk kebutuhan khusus atas kesehatan seperti apa yang seharusnya ditanggung pastinya akan berbeda antara orang yang mengalami difabilitas berbeda. Sehingga data dasar difabel yang detail dan terpilah atas dasar jenis difabilitas, kebutuhan khusus atas perawatan dan obat-obatan sampai alat bantu komunikasi, mobilitas menjadi hal yang harus dimiliki oleh pemerintah Kota Yogyakarta dan diperbaharui dalam jangka waktu setidaknya per-2 atau 3 tahun. Dengan adanya data tersebut mempermudah proses penganggaran oleh DPRD Kota Yogyakarta, pelayanan ditingkat Badan Penyelenggara sekaligus monitoring evaluasi dari masyarakat ataupun pihak lain.

Hal yang masih terlewatkan dalam Peraturan Daerah No. 10 tahun 2010 tentang Sistem Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Kota Yogyakarta adalah sistem pemberian layanan kesehatan yang aksesibel dan memudahkan bagi kelompok rentan. Dalam pasal-pasal terkait lebih memperlihatkan jenis layanan yang dapat diberikan Pemberi Pelayanan Kesehatan setingkat Puskesmas dan Rumah sakit terkait pembiayaan kesehatan yang ditanggung pemerintah kota Yogyakarta. Tetapi fasilitas dan layanan yang aksesibel belum terlihat belum terdapat dalam pasal-pasal terkait. Sehingga menjadi penting bagi pemerintah kota untuk memasukkan dalam Peraturan Walikota Kota Yogyakarta, dengan beberapa tahapan, diantaranya adalah 1) pemberian pemahaman dan pelatihan kepada PPK Kota Yogyakarta terkait dengan difabilitas dan kebutuhan khususnya, 2) adanya SOP dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi kelompok rentan (termasuk difabel), dengan layanan khususnya, 3) pengalokasian anggaran yang mencukupi bagi pembangunan fisik atau rehab bangunan fisik PPK untuk memudahkan bagi kelompok rentan dan kelompok berkebutuhan khusus.