SIARAN RADIO ON AIR RADIO REPUBLIK INDONESIA

Dalam rangka kerjasama yang terjalin antara SAPDA dan RRI Kotabaru Yogyakarta di setiap hari Sabtu dalam program Lentera Kasih di channel 91.1 FM membahas terkait isu-isu yang terjadi di seputar dunia disabilitas, untuk siaran pada hari Sabtu 7 Maret 2015 ini bertema KEPESERTAAN JAMKESOS, dimana siaran ini juga bertujuan menjawab pertanyaan dari teman-teman disabilitas terkait dengan keberlangsungan program jaminan kesehatan sosial ini. Siaran kali ini yang menjadi narasumber adalah I Made Sudana, koordinator Inclusive Community SAPDA. Berikut hasil siaran yang dirangkum selama kurang lebih 1 jam berinteraksi dengan Mbak Ade, broadcaster dari RRI.

Jamkesos ini lahir, dan berawal dari peristiwa gempa di tahun 2006, teman-teman menjadi korban, difabel dan menjadi difabel yang rentan. Dan kebetulan pada saat itu SAPDA juga mengadakan kerjasama dengan pemerintah kota, bagaimana mengatasi hal tersebut.
Selanjutnya, SAPDA ditunjuk untuk memfasilitasi Jamkesos kelompok, jumlah teman-teman difabel saat itu berjumlah kurang lebih 4.000 jiwa. Berangkat dari 2007 dan berakhir di tahun 2014, jamkesos tidak dapat diakses lagi.

Teman-teman yang diampu oleh SAPDA dapat mengakses jamkesos ini, karena mengacu kepada UNCRPD (Convention on the Human Rights of Persons with Disabilities) mengatakan bahwa setiap penyandang disabilitas memiliki hak untuk mengakses jaminan kesehatan. Beberapa tahun lalu tidak semua teman yang ter cover jamkes ini, karena tidak hanya SAPDA yang mengampu teman-teman untuk mengakses, namun ada beberapa lembaga lain yang juga memfasilitasi dan kerja sama dengan Dinsos DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta).

Beberapa waktu lalu di bulan Januari dan Februari 2015 teman-teman IC dari SAPDA sudah melakukan FGD (Focuss Group Discussion) dan audiensi dengan Dinkes dan Dinsos Kabupaten dan juga Bapeljamkesos, bersama dengan teman-teman perwakilan dari beberapa perwakilan dari komunitas dan juga DPO di Yogyakarta meminta bagaimana ke depannya teman-teman yang bergabung di jamkesos ini. Jawaban dari Dinsos Propinsi dan Bapel adalah sekarang yang harus dilakukan oleh teman-teman merapat ke Dinsos kabupaten masing-masing, ke TKSK (Tenaga Kerja Sosial Kecamatan) untuk mendata teman-teman disabilitas dan dimasukkan ke Jamkesus (Jaminan Kesehatan Khusus). Hanya saja, dulu pada saat mendata teman-teman disabilitas DPO tidak terlibat sehingga teman-teman ada yang terselip dan tidak terdaftar. Apabila teman-teman ingin berobat, silahkan ke Dinsos untuk meminta surat rekomendasi untuk mendaftar ke tempat berobat, setelah mendapatkan surat rekomendasi tersebut teman-teman sudah terdaftar ke jamkesus.
Pada dasarnya teman-teman SAPDA siap kepada teman-teman untuk menentukan langkah-langkah yang harus dilakukan. Setiap daerah-daerah melalui organisasi dan mendata teman-teman dan dibawa ke Dinsos dan dimasukkan ke jamkesus. Dari SAPDA membantu secara ikhlas ke teman-teman, tidak pamrih, membantu untuk mempermudah mengakses jamkes.

Kalau dilihat ada berapa jamkes yang ada, saat ini sudah banyak jamkes, di sekolah inklusi juga digalakkan, semoga semua sekolah bisa menerima anak difabel agar mereka juga tidak miskin akan informasi. Dan untuk berobat ada clusternya, beberapa kriteria seperti obat generik harus dibayar, hanya rekomendasi darimana berobat. Apabila ada keluhan, silahkan datang saja ke Bapeljamkesos agar dapat pelayanan maksimal.

Jamkesos ini sudah berakhir, tepatnya di akhir Desember 2014, dan sebagai program kelanjutannya sudah ada jamkesus, daftarkan diri ke Dinsos masing-masing kabupaten melalui TKSK. Syaratnya fotocopy KTP dan KK, karena pendataan jamkesus menggunakan NIK agar bisa terdaftar.

Mengenai hambatan yang dihadapi, Made mengatakan bahwa suka duka pasti pernah dirasakan, tapi dengan tujuan awal, diharapkan bisa membantu teman-teman mengakses hak mereka. Namun terkadang ada juga teman-teman yang menyerahkan keluarganya menyuruh SAPDA yang mengakses, padahal SAPDA berharap teman-temanlah yang bisa mengakses sendiri melalui pelatihan-pelatihan agar lebih peduli dan saling membantu. Dan isu difabel bisa tersebar di masyarakat agar tidak terjadi diskriminasi kepada mereka.

Manfaat dari jamkes ini sangat besar, walaupun tidak bisa mengakses ke tingkat yang lebih tinggi namun setidaknya pemerintah sudah mau mengcover jaminan kesehatan teman-teman. Secara personal, Made pun pernah mengakses jamkes ini sebanyak dua kali di puskesmas, pelayanannya pun juga tidak ada perbedaan, obatnya pun sama, hanya saja aksesnya belum sampai ke level diatas puskesmas. Harapan Made ke depan adalah teman-teman difabel bisa mengakses jamkes, dengan pro aktif dan jemput bola dan tidak hanya diam saja menunggu informasi.

Sekian informasi yang bisa di share, semoga bermanfaat dan menjadi perhatian untuk kita semua. (Dhinda)