DISKUSI KEBUTUHAN/ FASILITAS DASAR PERPUSTAKAAN AKSESIBEL SAPDA

IMG_2022

Diskusi yang difasilitasi Oleh SAPDA terkait dengan perpustakaan aksesibel ini menghadirkan beberapa pengurus Braille’iant Jogjakarta dan melibatkan beberapa mahasiswa difabel netra yang berasal dari berbagai perguruan tinggi, dengan detail P : 8 orang, L: 11 orang, disabilitas netra : 10 orang. Diskusi ini dilaksanakan di ruang difabel corner UIN Sunan Kalijaga Yogyarta. Hal-hal yang dibahas dalam diskusi ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan perpustakaan agar menjadi lebih aksesibel. selain itu juga membahas soal rencana kolaborasi program antara SAPDA dan komunitas Braille’iant Yogya.

Beberapa saran muncul dari mahasiswa difabel yang terlibat dalam diskusi. Saran menarik yang muncul adalah menjalin kerja sama dengan Yayasan Mitra netra Jakarta sebagai sebuah lembaga yang lebih dahulu memiliki perpustakaan yang ramah bagi difabel netra. lembaga ini juga secara rutin memproduksi audio book dan SAPDA dapat bekerja sama untuk mendapatkan beberapa buku audio yang dibutuhkan. selain itu, muncul pula saran tentang pengadaan alat pembaca buku audio yang disebut daisy Reader. Alat ini mampu membaca berbagai format buku seperti audio books berformat MP3, bahkan dapat pula membaca e-book. Alat ini juga mampu menandai halaman-halaman tertentu sehingga difabel netra atau pembaca tidak kesulitan untuk membaca dan mencari point-point penting. Tambahan yang menarik dari mbak Tanti, mahasiswa jurusan Sejarah di UIN ini menyampaikan hambatannya dalam menggali informasi, data serta referensi dalam literasi sejarah kuno, karena kondisi buku yang sudah tidak layak untuk discan. Juga tentang siswa netra yang kuliah di jurusan Agama Islam, dengan huruf arab yang tidak bisa terbaca itu akan sangat menyulitkan bagi mereka. Ia juga menyampaikan, apa yang menjadi konsep dari pendirian perpustakaan aksesibel SAPDA ini? Untuk buku-bukunya kategorinya apa? Pendidikan atau apa? Dari pihak SAPDA menjawab, untuk buku-buku yang ada masih bersifat umum, yang relevan dengan isu lembaga.


Tidak hanya hal diatas, diskusi ini juga membahas tentang kolaborasi SAPDA dan Braille’iant. Kebetulan, terdapat kesamaan antara program perpustakaan aksesibel SAPDA dan digitalisasi buku untuk difabel netra yang direncanakan oleh Braille’iant. Selama ini Braille’iant telah berpengalaman merekrut banyak relawan untuk berbagai hal. Dalam hal ini SAPDA dapat pula bekerja sama untuk merekrut relawan untuk proses scanning book/ buku atau untuk mengedit buku. Untuk keperluan scanning dapat dilakukan oleh teman-teman difabel netra, sementara untuk tahapan editing dapat dilakukan oleh relawan nondifabel. Disampaikan oleh peserta diskusi, untuk proses scanning itu memang tidak memakan waktu lama, namun yang harus diperhatikan adalah proses editingnya. Dari perwakilan pengurus difabel corner, mas Akbar juga mengatakan, apabila ada teman-teman netra yang mengalami kesulitan dalam scanning buku, dapat meminta bantuan ke perpustakaan UIN di difabel corner.

Diskusi juga sempat membahas soal peluang resensi koleksi buku yang ada di SAPDA. Dalam hal ini SAPDA membuka peluang bagi teman-teman Braille’iant dan teman-teman difabel netra untuk dapat meresensi sebuah buku. Tiap bulan SAPDA membuka sekurang-kurangnya empat resensi buku. Peluang ini sangat terbuka bagi siapapun. Dalam proses ini, ada beberapa buku yang sudah dibawa oleh peserta diskusi dan akan diresensi. Buku-buku yang akan diresensi adalah :
1. Perlawanan Buruh Perempuan, akan direview oleh Ninda
2. Jogja Istimewa Tanpa Ruang Publik akan direview oleh Akbar
3. Difabel dalam Peradilan Pidana akan direview oleh Yuhda
4. Indonesia dalam Desa Inklusi akan direview oleh Hayu
Pembahasan selanjutnya adalah tentang pertemuan diskusi berikutnya mengenai bedah buku yang telah diresensi. Terakhir, Brailleiant menyatakan akan berkolaborasi dengan SAPDA dalam program ini.