DPRD akan Libatkan Penyadang Disabilitas dalam Proses Pembuatan Perda Disabilitas Kabupaten Magelang

Magelang, 6 Maret 2019. Mengkritisi isi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Magelang tentang Disabilitas penting dilakukan untuk melihat sejauh mana Raperda tersebut mampu mengakomodir kebutuhan dari para penyandang disabilitas. Salah satu yang dilakukan oleh Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) Jogjakarta adalah dengan mengajak jaringan disabilitas untuk membaca kembali apa yang termuat di dalam rancangan tersebut pada Rabu, 06 Maret 2019 di Aula Pertemuan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Magelang.

Menghadirkan narasumber dari Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Kabupaten Magelang. Serta Ketua Komisi 1 DPRD Magelang, Ibu Isti Wahyuni dan dipandu oleh Bapak Kasihan dari SAPDA Jogja yang juga merupakan Ketua Difabel Warsamundung.

Hal menarik muncul dari penuturan Bapak Dian Hermawan, Perwakilan dari Dinas Sosial PP PA dan KB yaitu mengenai akan diterbitkannya Kartu Identitas Penyandang Disabilitas yang nantinya dapat dipergunakan oleh teman-teman penyandang disabilitas dalam mengakses program pemerintah bagi penyandang disabilitas.

Kendala saat ini adalah dalam pendataan penyandang disabilitas. Banyak masyarakat yang belum memahami kriteria disabilitas dan jenis-jenis disabilitas. Beliau mencontohkan, kalau orang tidak memiliki 1 jari itu apakah termasuk disabilitas atau tidak. Kendala lain adalah dari keluarga penyandang disabilitas itu sendiri. Banyak dari mereka yang tidak berterus terang akan keberadaan anggota keluarganya yang memiliki disabilitas karena mereka malu. Disamping itu, jumlah petugas pendata yang kurang, sehingga pendataan tidak bisa dilakukan dengan cepat.

Ibu Isti Wahyuni, Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Magelang, dalam pemaparannya mengemukakan bahwa inisiasi adanya Perda Disabilitas ini muncul karena adanya hak legislasi DPRD. Perda Disabilitas diinisiasi oleh beliau dengan medapatkan dukungan dari beberapa anggota komisi dari partai lain dan juga dari beberapa fraksi lainnya.

Raperda Disabilitas sudah masuk dalam Prolegda pada rapat paripurna Januari 2019. Kemudian dengan bekerjasama dengan para akademisi akan dilakukan kajian terhadap data-data yang telah terkumpul serta kebutuhan apa saja yang harus termuat di dalam Perda ini nantinya. Setelah itu, rancangan Perda akan dibahas oleh Pansus dan kemudian dibawa kepada masyarakat untuk dilakukan public hearing. Hasil dari public hearing akan dibawa kedalam sidang ketiga, bulan Agustus – November 2019 dan kemudian dilakukan penyusunan naskah akademiknya.

Dalam pemaparannya, Ibu Isti Wahyuni mengemukakan bahwa di dalam Raperda ini memuat perihal pekerjaan dan juga bahwa penyandang disabilitas berhak ikut dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah Magelang. Terdapat 5 quota bagi penyandang disabilitas dalam pendaftaran PNS tapi quota itu tidak terpenuhi karena tidak ada penyandang disabilitas yang mendaftarkan diri.

Menanggapi hal tersebut, salah satu peserta diskusi mengemukakan pendapatnya supaya dalam pendaftaran PNS, grade atau kualifikasi penyandang disabilitas tidak disamakan dengan yang non-disabilitas karena masih sangat terbatas penyandang disabilitas yang memiliki kualifikasi yang setara dengan yang non-disabilitas.

Antusiasme peserta terlihat dari banyaknya respon peserta dalam melakukan tanya jawab dengan narasumber dan memberikan masukan atas apa yang belum termuat dalam Raperda tersebut. Terdapat beberapa catatan dari hasil diskusi yaitu;

  1. Penting adanya penambahan petugas pendataan penyandang disabilitas di Kabupaten Magelang.
  2. Belum ada payung hukum di desa untuk penganggaran bagi difabel, meskipun ada beberapa desa yang sudah berinisiatif menganggarkannya.
  3. Penyandang disabilitas bisa mengakses dana aspirasi DPRD untuk penambahan modal bagi penyandang disabilitas.
  4. Organisasi sosial sebaiknya didaftarkan sebagai lembaga kesejahteraan sosial di Dinas Sosial supaya memudahkan dalam mengakses bantuan. Tidak harus berbadan hukum, yang terpenting adalah jelas pengurus dan kesekretariatannya.
  5. Sekolah inklusi harus memiliki tenaga pendidik khusus untuk siswa penyandang disabilitias à Piloting Sekolah Inklusi.
  6. Adanya usulan untuk memasukkan Komite Disabilitas di dalam Perda Disabilitas.

Satu pernyataan yang menarik dari Ibu Isti Wahyuni adalah bahwa dalam tahapan-tahapan pembuatan Perda disabilitas ini akan melibatkan teman-teman penyandang disabilitas.