Youth Movement for SRHR Inclusion

Mulai 16 Juli 2019 Sapda mengadakan youth camp inklusi, launching pusat sumber, dan seminar nasional kesehatan reproduksi yang bertajuk “Youth Movement for SRHR Inclusion” yang nantinya akan ditutup pada tanggal 18 Juli 2019. Acara yang diinisiasi oleh teman-teman muda ini mengundang 80 peserta yang terdiri dari disabilitas dan tanpa disabilitas. Peserta berasal dari Yogyakarta, Kulon Progo, Bantul, Jember, Sleman, Gunung Kidul, Kupang, Klaten, Sragen, Magelang Sukoharjo, Purworejo, Pubalingga, Temanggung, Solo, Boyolali, dan Banjarmasin.

Ibu Nurul Saadah SH mengatakan bahwa SRHR itu penting karena kadang terabaikan. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan semangat belajar isu kesehatan reproduksi di antara peserta yang datang dari berbagai daerah dan unsur mahasiswa. Mereka saling berbagi dan membuat rekomendasi dari perspektif remaja dalam konsep yang inklusif.

“Teman-teman akan menjadi leader karena saya ini era nya sudah habis maka kalian yang meneruskan” pesan Nurul, Direktur SAPDA.

Sedangkan dalam sambutannya, Pak Camat Turi sangat bersyukur karena dengan adanya kegiatan ini maka Turi akan makin dikenal oleh masyarakat.

“Secara tidak langsung, kegiatan ini turut mempromosikan tempat kami yang masih asri, kedepannya saya harap akan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat, sehingga kesetaraan yang kita inginkan akan berujung dengan baik” Kata A Haris S, Camat Turi mewakili tuan rumah saat membuka acara.

Agenda acara hari pertama, selasa pagi (16/7) diadakan plenary session tentang program kesehatan desa dari Kepala Desa Wonokerto dan kebijakan dan layanan SRHR pada remaja disabilitas dan tanpa disabilitas oleh Dinas kesehatan DIY. Selain itu, juga kondisi SRHR pada kaum muda disabilitas Indonesia dari Rini, dan penjelasan tentang gerakkan kaum muda untuk meningkatan SRHR.

Pada saat plenary session, Kades Wonokerto berbagi cerita mengenai layanan kesehatan dan beberapa pengamatan tentang penyakit apa saja yang ada, dan penanganan gizi buruk di Wonokerto, desa yang luasnya sekitar 15 kilometer persegi dan merupakan kawasan paling dekat dengan gunung Merapi. Pak Kades juga memberikan petuah untu bersama berbagi, bertukar ilmu dan pengalaman, sumberdaya, dan dalam tiga hari ini gerakan teman-teman akan kita kumpulkan dan kita kirimkan rekomendasinya ke Kemenkes.

Sholeh Mudhlor sedang membagikan pengalaman mengenai peta jalan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Vina dari Persani pun turut membagikan ceritanya saat mengajarkan HKSR (Hak Kesehatan Seksual Reproduksi) di Kupang.

Karena kuatnya budaya tabu di Kupang maka untuk mengajarkan HKSR sedikit susah, dan ditambah lagi pengetahuan orangtua yang sangat minim.

Vina dan Juga persani sangat bersyukur, ketika bermitra dengan Sapda, sejak tahun 2014, saat itu Vina dipacu untuk mengenal HKSR, dan juga dilatih untuk menjadi fasilitator, dan mengajarkan ke komunitas dan sekolah

Dan saat paparan terakhir dengan Rini Rindawati, beliau menceritakan tentang edukasi orangtua dengan anak disabilitas yang seringkali kebingungan untuk memberikan edukasi kepada anak remajanya tentang kesehatan reproduksi.

 

Sesi siang hari merupakan sharing session. Yakni, organisasi yang hadir saling memperkenalkan organisasi masing-masing beserta program dan gerakan sudah dilakukan. Dan diakhir acara diadakan malam keakraban dengan berbagai penampilan dari peserta.