Yogyakarta, sapdajogja.org, SAPDA mengadakan workshop integrasi data dan sistem pendataan disabilitas oleh subcluster disabilitas atau kelompok rentan di Sulawesi tenggara pada tanggal 27 Maret 2019 lalu bertempat di kota Palu. Workshop ini mendiskusikan cerita pengalaman masing-masing pihak yang kemudian mencari solusi pendataan disabilitas yang efisien dan cepat karena pendataan yang dilakukan selama ini dirasa kurang cepat, sehingga cukup menghambat pemberian bantuan kebeberapa titik.
Pengalaman Siska pada pendataan teman-teman HI tentang hambatan dan tantangan di lapangan. Pada sub cluster penyandang disabilitas dan kelompok rentan ada beberapa yang dilakukan yakni kesehatan atau air bersih (Wash), Pendataan, Layanan Medis, dan Advokasi. Didalam melakukan pendataan, kesulitan terbesar adalah menyesuaikan data milik pemerintah, karena system pendataan yang dilakukan HI menggunakan Washington good tools sedangkan pemerintah belum berevolusi menggunakan sensorik.
Pengalaman di pendamping Disabilitas Kementrian Sosial yang bertugas di kota Palu. Mereka memiliki 8 TKSPD dan 2 pendamping disabilitas. Cara mereka melakukan pendataan yakni membagi wilayah masing- masing, karena ada 8 kecamatan di kota Palu. Masing-masing dari mereka, telah menggunakan applikasi SIM-PD (Sistem Informasi Penyandang Disabilitas), jadi ketika turun lapangan untuk melakukan pendataan kerumah penyandang disabilitas, masing-masing dari TKSPD atau pendamping langsung dapat menginput data melalui applikasi SIM-PD.
Lain halnya dengan kedua pengalaman tersebut, menurut Sholeh pendataan yang efisien dan cepat adalah yang melibatkan penyandang disabilitas itu sendiri, mereka (penyandang disabilitas) tidak selalu menjadi objek, mereka harus terlibat dan berdaya. Hal tersebut tidak disampaikan Sholeh tanpa alasan, menurutnya pendataan penyandang disabilitas harus dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar mengerti tentang mereka, dan yang paling mengerti tentang penyandang disabilitas itu adalah penyandang disabilitas itu sendiri dan juga akan menambah kepercayaan bagi penyandang disabilitas yang akan didata.
Hasil dari pertemuan ini adalah solusi melakukan pendataan berikutnya untuk menyempurnakan data yang telah ada, yakni mencoba untuk turut mengajak penyandang disabilitas untuk melakukan pendataan. Tidak perlu memikirkan data dari lembaga mana atau pemerintah bagian mana yang akan digunakan, akan tetapi pentingnya untuk ada data penyandang disabilitas central, yang datanya telah lengkap, jadi lembaga maupun pemerintah boleh memakainya jika memerlukan data tersebut.
Pengumpulan data akan dilakukan melalui subclusser disabilitas Sulawesi Tengah dengan cara meminta data penyandang disabilitas yang dimiliki oleh masing-masing lembaga. Pilah data yang disepakati untuk dikumpulkan adalah Nama, Alamat lengkap terbaru, Usia, dan Jenis Kelamin. Jenis disabilitas dan atau hambatan sepakat untuk tidak dimasukkan dengan dua pertimbangan, yakni: pertama adalah untuk menghindari pelabelan dan stigma, dan kedua adalah data ini nantinya akan diserahkan ke Dinas Sosial untuk selanjutnya diverifikasi oleh mereka dan kewenangan dinas sosial untuk menentukan apa disabilitas yang dimiliki sesuai dengan UU yang berlaku. Pengumpulan data ini disepakati akan dilakukan dan diselesaikan selama bulan April 2019. (DH)