[PERS RILIS] SAPDA dan Pemerintah Australia Apresiasi 28 Pengadilan Dampingan dalam Upaya Mewujudkan Layanan Inklusif

Yogyakarta, 15 Desember 2021 – Yayasan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA) menyelenggarakan seminar nasional secara daring bertajuk Apresiasi Contoh Baik Pengadilan Inklusi, pada Rabu, 15 November 2021 sebagai salah satu dari rangkaian peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) tahun ini.  

Di dalam kegiatan ini, SAPDA mendiseminasikan hasil pendampingan teknis dan pemantauan (monitoring) terhadap 28 pengadilan dari berbagai daerah di Indonesia yang telah berkomitmen dalam mewujudkan peradilan inklusif. Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah Australia melalui program Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) sebagai upaya advokasi untuk mendorong peradilan inklusif bagi perempuan dan anak disabilitas yang merupakan kelompok dengan kerentanan berlapis dalam berhadapan dengan hukum. 

Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani yang hadir sebagai pemberi sambutan mengatakan, “SAPDA telah memberikan pendampingan teknis kepada pengadilan sejak tahun 2019, meliputi peningkatan kapasitas aparatur pengadilan; asistensi dan penyediaan konsultasi terkait penyediaan sarana prasarana; penyediaan pendamping dan juru bahasa isyarat, hingga menjembatani komunikasi antara pengadilan dengan organisasi disabilitas di wilayah kerjanya masing-masing.”

Lebih lanjut, Nurul juga mengatakan “Akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum perlu tersedia dari pintu masuk pengadilan hingga ruang sidang. Upaya untuk menyelenggarakannya tentunya tidak bisa diwujudkan dalam satu waktu, melainkan membutuhkan proses yang panjang dan komitmen semua pihak.”

Turut hadir memberikan sambutan di dalam kegiatan ini yaitu Ketua Mahkamah Agung RI Muhammad Syarifudiin; serta First Secretary Justice and Democratic Governance, Australian Embassy, Jakarta, Alex Oates.

Juga berkesempatan memberikan tanggapan atas hasil pemantauan capaian pengadilan inklusif antara lain perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) RI; perwakilan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) RI; Direktur Pembinaan Administrasi Dirjen Badan Peradilan Agama (Badilag) RI Nurjannah Syaf; serta perwakilan Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara (Badimiltun) RI.

Tanggapan juga diberikan oleh perwakilan pengadilan dan penyandang disabilitas, antara lain Ketua Pengadilan Negeri Batam Sri Endang Amperawati; Wakil Ketua Pengadilan Agama Yogyakarta Nur Lailah Ahmad; Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya Zainuddin; perwakilan Pengadilan Agama Kabupaten Malang; serta Zainal dari Komunitas Disabilitas Karanganyar.

Apresiasi kepada 28 pengadilan dampingan SAPDA diberikan kepada Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara hingga Pengadilan Militer.[1] Di samping itu, SAPDA juga memberikan apresiasi khusus kepada 8 pengadilan dengan pencapaian terbaik dalam penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas.

Kategori apresiasi khusus pertama berkaitan dengan Pengalokasian Sumber Daya Manusia sebagai Petugas Pemberi Layanan bagi Penyandang Disabilitas yang diberikan kepada PN Karanganyar dan Pengadilan Negeri Klaten.

Kemudian, kategori apresiasi khusus kedua berkaitan dengan Penyediaan Infrastruktur dan Fasilitas bagi Penyandang Disabilitas yang diberikan kepada PN Batam dan PN Malang.

Selanjutnya, kategori apresiasi khusus ketiga berkaitan dengan Kerjasama dengan Organisasi Penyandang Disabilitas yang diberikan kepada PT Palangkaraya dan PN Sampit.

Kategori apresiasi khusus terakhir berkaitan dengan Inovasi dalam Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas yang diberikan kepada PN Yogyakarta dan PA Yogyakarta. Keempat kategori apresiasi khusus tersebut juga ditentukan berdasarkan hasil pemantauan SAPDA terkait peradilan inklusif.

Pemantauan yang telah dilakukan SAPDA kepada 28 pengadilan mitra dampingan menemukan sejumlah situasi berkaitan dengan sumber daya manusia; penyediaan sarana prasarana; kebijakan layanan; kerjasama dengan organisasi disabilitas atau pihak lain; serta hambatan dan tantangan dalam mewujudkan peradilan inklusif.

Berkaitan dengan sumber daya manusia, hasil pemantauan SAPDA menunjukkan bahwa 26 dari 28 pengadilan telah memfasilitasi peningkatan kapasitas mengenai isu disabilitas kepada para aparaturnya, baik melalui SAPDA maupun Mahkamah Agung.

Sedangkan berkaitan dengan kebijakan pelayanan, hasil pemantauan SAPDA menunjukkan bahwa mayoritas pengadilan belum memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pelayanan bagi kelompok rentan. SAPDA hanya mendapati 11 dari total 28 pengadilan yang telah memiliki SOP pelayanan baik bagi penyandang disabilitas, perempuan maupun anak.

Kemudian, berkaitan dengan kerjasama, hasil pemantauan SAPDA menunjukkan bahwa 20 dari 28 pengadilan telah menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan pelayanan bagi penyandang disabilitas, seperti layanan kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Sekolah Luar Biasa, layanan pendamping disabilitas, layanan Juru Bahasa Isyarat, hingga layanan psikiater dan psikolog.

Selanjutnya, berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana, hasil pemantauan SAPDA menunjukkan bahwa 26 dari 28 pengadilan telah menyediakan sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas secara lengkap. 

Terakhir, berkaitan dengan hambatan dan tantangan, hasil pemantauan SAPDA menunjukkan bahwa mayoritas pengadilan mengalami hambatan seputar alokasi anggaran serta sumber penyediaan blok pemandu atau guiding block yang ideal bagi penyandang disabilitas netra.

Seminar ini kiranya dapat memotivasi semakin banyak pengadilan di Indonesia serta lembaga layanan Aparat Penegak Hukum untuk menyediakan akomodasi yang layak bagi anak dan perempuan penyandang disabilitas serta kelompok rentan lainnya yang berhadapan dengan hukum.

________

Tentang Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA):

SAPDA, singkatan dari Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak yang berkantor pusat di Yogyakarta dan berdiri sejak bulan Juli, 2005, merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan visi untuk memperjuangkan mewujudkan perubahan, keadilan, kebebasan, kesejahteraan dan kesetaraan untuk pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas dan anak dalam masyarakat inklusi atas dasar persamaan hak asasi manusia. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: https://sapdajogja.org/

Tentang Program AIPJ2:

Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) merupakan kemitraan antara pemerintah Australia dan Indonesia untuk memperkuat institusi peradilan dan keamanan Indonesia serta berkontribusi terhadap stabilitas dan kemakmuran Indonesia dan kawasan. Kemitraan berfokus untuk mendukung kegiatan: transparansi, akuntabilitas, dan antikorupsi; mengatasi kejahatan lintas batas dan memperkuat keamanan; mencegah ekstremisme kekerasan; reformasi pemasyarakatan; dan pengembangan kemitraan. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: www.aipj.or.id

________

Media Kit berisi TOR, Teaser Video Peradilan Inklusif dan Flyer dapat diakses melalui tautan berikut: https://s.id/MediaKit15Des

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi: Nurul Saadah Andriani | Direktur SAPDA | 08562914654

Laporan Riset Hasil Pemantauan dapat diakses melalui tautan berikut:

Rekaman webinar dapat diakses melalui tautan berikut: