SAPDA Sosialisasikan Pengadilan Inklusif di PN Karanganyar

SAPDA Sosialisasikan Pengadilan Inklusif di PN Karanganyar

Pengadilan merupakan salah satu ruang publik yang semestinya dapat diakses oleh siapapun. Hal ini disampaikan Fatum Ade, dalam sosialisasi pengadilan inklusif di Pengadilan Negeri Karanganyar pada Jumat (26/06). Ade melanjutkan bahwa setiap warga negara berhak mengakses ruang pengadilan. Setiap kelompok masyarakat yang berasal dari berbagai kalangan memerlukan fasilitas dan layanan berbeda-beda, salah satunya adalah penyandang disabilitas. 

Menurutnya, Sebagian besar pengadilan yang ada saat ini masih belum ramah terhadap kebutuhan ragam disabilitas. Penyediaan fasilitas dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan disabilitas menjadi penting untuk didorongkan..

Fasilitas dan layanan yang dibutuhkan disabilitas sangat berbeda, tergantung dari ragam disabilitasnya. Disabilitas netra membutuhkan fasilitas berupa guiding block, daksa membutuhkan ramp, Tuli membutuhkan penerjemah Bahasa isyarat, dan sebagainya.

Upaya menyediakan layanan dan fasilitas seperti itu sebenarnya sudah diatur dalam berbagai undang-undang dan regulasi, diantaranya adalah UU No 28 tahun 2020 tentang Bangunan Gedung, UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 tahun 2017 tentang Aksesibilitas Gedung, dan UU No 19 tahun 2011 tentang Ratifikasi Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD). Peraturan-peraturan tersebut mengatur bagaimana seharusnya menyediakan ruang yang ramah bagi semua kelompok masyarakat.

Memulai dari Pengadilan

Inklusi dapat dipahami sebagai pendekatan dalam membangun dan mengembangkan lingkungan yang terbuka bagi siapapun, tanpa memandang karakter, status, etnis, suku, agama, gender, dan sebagainya. Nilai penting yang terkandung dalam konsep inklusi adalah menjamin adanya keterbukaan, kesetaraan dan penghargaan atas perbedaan sebagai keberagaman yang wajar.

Terdapat beberapa hal yang menjadi prasyarat mewujudkan pengadilan inklusif, diantaranya adalah bangun gedung dan infrastruktur yang aksesibel,  lingkungan social yang positif baik dari sikap ataupun prilaku pemberi layanan, ramah terhadap semua kelompok masyarakat, tidak membeda-bedakan pelayanan berdasarkan SARA dan semacamnya, serta menyediakan fasilitas dan tarif layanan yang terjangkau oleh masyarakat kelas bawah.

Mewujudkan pengadilan inklusif tidak bisa serta-merta diharapkan hanya berasal dari sebuah lembaga pengadilan. Perlu bekerjasama, berkolaborasi dan bersinergi dalam menangani sebuah kasus, terutama kasus oenyandang disabilitas yang berperkara. Jauh lebih penting adalah sikap memposisikan penyandang disabilitas sebagai manusia yang utuh dan bermartabat.

Selain menyediakan fasilitas dan layanan aksesibel, yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah memastikan sumber daya manusia di ruang lingkup pengadilan memiliki perspektif dan paham cara beriteraksi dengan penyandang disabilitas. Bila perlu sediakan regulasi/kebijakan pengadilan yang dapat membantu dan memudahkan penyandang disabilitas mengakses ruang pengadilan.