Kamis, 15 September 2016, BPPM-FPKK menyelenggarakan acara Penyususnan SOP penanganan perempuan dan anak korban kekerasan lintas mitra di DIY yang bertempat di Hotel Grace Ramayana Sosrowijayan Malioboro Yogyakarta. Peserta yang ikut terlibat adalah anggota Forum DIY ( LSM, Medis, Dinsos, bapeljamkesos, Forum di 5 kab.kota).
Agenda pertemuan adalah Penyususnan SOP penanganan perempuan dan anak korban kekerasan lintas mitra di DIY, yang berfokus pada 3 hal, yaitu : Penjaminan, Rujukan dan Pendataan / dokumen pendukung. Sangat penting ada SOP untuk pelayanan sinergitas, agar dapat ditangani bersama-sama, karena dalam penanganan perempuan dan anak korban kekerasan, sangat komplek dan beragam sehingga hal ini tidak dapat dilakukan oleh 1 pihak saja.
SOP tidak perlu membuat yang baru karena bisa mengambil dari anggota Forum, dikarenakan masing-masing anggota sudah punya sistem yang sudah dilakukan. Secara teknis sudah diuji coba dan saat ini cukup mengambil nilai positif yang bisa direplikasi bersama.
SOP yang disusun akan menjadi P3K pada korban kekerasan, tujuannya adalah:
1. Menjauhkan dari kekerasan berikutnya
2. Pemulihan dari trauma
3. Menjamin kelangsungan hidup
4. Mencegah tindakan main hakim sendiri, tindakan balas dendam bila pelaku anak. Pelabelan/stigma terhadap anak sebagai korban/pelaku.
Pilar dalam pelayanan korban KtPA (kekerasan terhadap perempuan dan anak) adalah : (1) Nilai, (2) Sistem, (3) Komitmen. System perlindungan-nya : (1) Keluarga, (2) Masyarakat/LSM/Jejaring, (3) Pemerintah.
Sedangkan tahap selanjutnya adalah menyusun SOP, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
- membuat tim penyusun SOP
- mempelajari proses yang akan dilakukan sesuai bidang/ fokus SOP yang akan dibuat
- analisis secara mendalam bagi pihak yang terlibat dalam proses
- mencatat dan mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan
- membuat flowchart dan narasi alur SOP
Selama berproses, ada beberapa temuan, diantaranya adalah :
- untuk penanganan korban disabilitas perlu penanganan khusus
- kasus di Gunungkidul ada 25 kasus anak di tahun 2015 (pencurian, lalu-lintas, kekerasan), untuk pembiayaan proses diversi tidak ada budget dan tidak bisa diklaim-kan
- di Kulonprogo ada anak SD korban pelecehan seksual, diperiksa di puskesmas namun tidak bisa untuk pelaporan di Kepolisian. Sebenarnya bisa dipakai bila dirujuk ke rumahsakit dan mengharuskan dokter yang tandatangan
- P2TP2A Sleman diajukan untuk mendapat ISO dari pusat, sudah ada Konselor, lengkap Sarpras dan SDM
- Rencana ada bantuan sarpras kendaraan roda 4 di P2TP2A di 5 kab. Kota
- Yang bisa diganti bapeljamkesos semua surat / rujukan yang ditandatangani dokter yang bersangkutan
- Dari 1442 kasus tahun 2016 di DIY baru 120 kasus yang ditanggung bapeljamkesos
- Untuk anak diluar ranah rumahtangga (KDRT/KtPA) dijamin oleh Dinsos
- Trafficking, Tenaga kerja migrant, Anak Berhadapan Hukum (APH) dijamin bapeljamkesos
- Tahun 2017 program homecare diharap sudah jalan program jamkessos, dengan rekomendasi Medis/Rumahsakit dan Dinsos
- Otopsi, pemulangan jenasah/ambulance dan DNA tidak masuk jaminan karena jaminan untuk orang hidup/sehat. (Tari)