Pada hari Selasa 10 Februari pukul 17.27 WIB, Saat masih di kantor handphone ku berbunyi. Sebuah pesan masuk dari Mbak Nurul (Direktur SAPDA) yang memberikan mandat tentang sebuah aksi dari jaringan. Dimana, mandat tersebut ditujukan ke mbak Tari, Mbak Juju dan Saya. Setelah itu, satu lagi pesan tentang anti korupsi yang akan di deklarasikan esok harinya. Di sana Mbak Nurul menginstruksikan kepada saya untuk mengontak teman-teman Jaringan Perempuan Yogyakarta (JPY). Aksinya dimana dan jam berapa sehingga SAPDA ada yang mewakili.
Ketika pulang, pesan dari Mbak Nurul mengiang terus, teman-teman JPY? Siapa saja ya? Kemudian saya mengontak di grup acara HAKTP (Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) 2014 dimana saya masih tergabung di dalamnya. Saya mencoba posting tentang aksi tersebut ke jejaring sosial media dan grup mobile. Ternyata tidak banyak yang paham aksi tersebut. Lalu muncul Tya, salah satu teman di jaringan dari IHAP yang menanyakan aksi apa? Dengan sapaan, Aku Bocahmu mbak… lalu saya berusaha menanyakan apakah aku bisa bergabung dengan grup JEPEYEK (salah satu nama grup di mobile), Tya mengatakan bisa, dan tak lama sudah masuk ke dalamnya.
Di sana saya berusaha menanyakan sekaligus menyampaikan pesan Mbak Nurul. Dimana dan Kapan agar SAPDA ada yang mewakili. Saat itu belum ada, dan tak lama kemudian muncul pengumuman tentang rundown kehadiran Jokowi dari salah satu anggota grup. Dan ketika ditanyakan yang bisa gabung besuk di Gedung Agung siapa saja. Saya jawab “SAPDA mbk”.
Kemudian, baru tengah malam ada pesan masuk di grup tentang undangan Aksi Damai. Dimana berbunyi Gerakan Perempuan Indonesia Anti Korupsi: Dari perempuan Jogja untuk Indonesia. Sehubungan dengan kedatangan Jokowi ke Jogja besok, maka kami mengundang perempuan yang peduli dengan masa depan Indonesia yang bersih dari korupsi untuk aksi di Depan Gedung Agung Yogyakarta, waktu pukul 09.00 WIB (kumpul 08.30 di depan Benteng Vredeburg). Dengan Agenda Aksi damai. Demi anak kita. Indonesia harus bersih dari korupsi. Kemudian, setelah mengetahui jadwal tersebut lalu saya menyebarkan ke grup kantor. Tentang aksi, kapan dan dimana.
Esok harinya tanggal 11 Februari 2015, setelah agenda yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi (kespro), dimana untuk mendata sekolah sebagai penghubung murid dan orang tua dalam pendidikan kespro selesai, saya bergegas segera menuju ke depan Benteng Vredeburg. Seperti yang telah disampaikan kemarin. Di sana sudah berkumpul beberapa teman yang telah saya kenal di jaringan. Namun, ada pula teman yang wajahnya baru saya lihat saat itu. Teman-teman perempuan, satu persatu hadir untuk memperkuat aksi. Ada yang memakai kebaya (pakaian yang seharusnya dipakai saat aksi namun belum tersampaikan secara luas), dan yang lebih banyak adalah kasual. Ada yang memberikan pasokan amunisi berupa kue-kue, ada yang membawa poster-poster dan petisi yang akan disampaikan nanti.
Koordinator aksi, Wasingatu Zakiyah (Zaki) melakukan koordinasi dengan teman-teman dan menginstruksikan dimana aksi akan dilakukan. Info awal, aksi akan di lakukan di Gondoman. Dimana rute kedatangan Jokowi ke Inna Garuda Tempat Konggres Umat Islam dilakukan dan tidak mampir ke Gedung Agung. Zaki menawarkan ke teman-teman untuk pindah ke Gondoman. Akan tetapi, teman-teman yang berkumpul mengusulkan untuk tetap bertahan di depan Gedung Agung. Karena letaknya yang strategis dan pasti akan dilalui oleh Jokowi. Tak lupa, tetap melakukan koordinasi dengan pihak berwajib. Dimana, disana petugas melarang adanya orasi, dilarang menggunakan toa dan melarang anarkhis. Setelah kesepakatan di dapat aksi tersebut boleh dilakukan. Aksi sendiri dilakukan di 2 tempat. Masing-masing saling berbagi peran. Aksi di Inna Garuda dengan target bisa menyampaikan petisi berisi 9 gebrakan dan Aksi di depan Gedung Agung, yang targetnya bisa tersampaikan info aksi ke masyarakat dan media.
Ketika mendekati pukul 10.00 WIB sudah berkumpul sekitar 30an teman-teman perempuan dari berbagai organisasi yang tergabung dalam Perempuan Jogja anti korupsi. Tidak lupa juga petugas yang berseragam maupun yang tidak. Semua juga sudah memposisikan dirinya. Teman-teman kemudian segera mempersiapkam dirinya. Berjajar berdiri di depan Benteng Vredeburg menghadap Gedung Agung. Masing-masing membawa spanduk yang berisi slogan dan seruan, seperti:
1. Save Indonesia Tanpa Korupsi Sekarang
2. Kami meminta presiden Jokowi untuk bertindak memberantas korupsi
3. Kami perempuan Indonesia Anti korupsi menggebrak : Cukup KPK dilemahkan, cukup pembusukan institusi hukum, cukup koruptor kebal hukum, cukup angkat pejabat korup, cukup kongkalikong dan transaksi politik kotor, cukup rekening gendut, cukup foya-foya dengat uang rakyat, cukup wariskan budaya korupsi dan cukup pembiaran perampasan sumber daya alam, #9 gebrakan
4. Kami perempuan Indonesia anti korupsi sangat prihatin. Kami adalah ibumu. Kami adikmu. Kami saudarimu. Kami anakmu. Kami yang memilihmu dan menjadikanmu pemimpin negeri. Karenanya kami perintahkan Bapak Presiden untuk bertindak dan berantas korupsi
Sekitar 15 menit melakukan aksi memajang poster di depan Gedung Agung, ada instruksi untuk membubarkan diri dan berpindah tempat. Kami kemudian segera membubarkan diri untuk berpindah tempat. Di sana, ada salah satu dari awak media yang berkata supaya ada orasi bareng sebentar. Kemudian awak media itu dipanggil oleh salah satu petugas. Salah satu dari kami (Debby) yang mendengar itu, langsung menanggapi dan melakukan orasi sebentar dan membacakan Press Realease:
Pernyataan Sikap:
Gebrakan Perempuan Indonesia Antikorupsi dari Perempuan Jogja untuk Indonesia:
Gerakan ini lahir dari keprihatinan Perempuan Jogja atas maraknya korupsi di negeri ini. Kami perempuan setiap hari berhadapan dengan korupsi, di sekolah, di pasar, di rumah sakit, di kantor pelayanan publik lainnya. Korupsi telah menjadi virus paling membahayakan di republik ini dan menjadi ancaman yang membunuh hak anak-anak kami generasi masa depan bangsa ini untuk kehidupan yang lebih baik.
Maka, kami tidak akan tinggal diam ketika upaya pemberantasan korupsi terancam. Kami tak akan tinggal diam ketika menemukan gerakan anti korupsi justru dihadang oleh para penguasa. Kami tidak akan tinggal diam ketika institusi penegak hukum dilumpuhkan dalam melakukan pemberantasan korupsi dan bahkan dikuasai oleh pelaku korupsi itu sendiri.
Kami tak akan tinggal diam ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jantung penting dan perlawanan terhadap korupsi dipaksa sekarat oleh sebagian elite politik yang tidak rela zona nyaman kongkalikong dan politik transaksionalnya terganggu.
Menyikapi situsasi genting ini, dengan ini kami Perempuan Indonesia Antikorupsi menggebrak!
“Kami menyatakan “Cukup”! Cukup KPK dilemahkan, cukup pembusukan institusi hukum, cukup koruptor kebal hukum, cukup angkat pejabat korup, cukup kongkalikong dan transaksi politik kotor, cukup rekening gendut, cukup foya-foya dengat uang rakyat, cukup wariskan budaya korupsi dan cukup pembiaran perampasan sumber daya alam,” katanya.
“Kepada Bapak Presiden Jokowi, kami semua telah menjadikanmu pemimpin negeri ini, kami menyatakan cukup, cukup, dan cukup. Tindak dan berantas korupsi sekarang,” .
“Padamu kami percayakan mandat ini, dan kewajibanmulah untuk menjalankan dan memenuhinya. Berantas korupsi,”
“Kepada Jokowi, Presiden Indonesia, kami Perempuan Indonesia AntiKorupsi, yang juga adalah Ibumu, adikmu, saudarimu, anakmu, tetanggamu, sahabatmu, simbahmu, gurumu, rakyatmu. Kami semua yang telah memilihmu dan menjadikanmu pemimpin negeri. Kami perintahkan Bapak Presiden untuk bertindak dan berantas korupsi. Sekarang!”
“Kami percayakan mandat ini kepadamu (Jokowi). Kewajibanmulah untuk menjalankan dan memenuhinya. Berantas korupsi,” teriak Zaqia dalam orasinya.
Aksi ini mendapat pengawalan cukup ketat dari petugas kepolisian dan TNI. “Kami tidak melakukan aksi demo, tidak membawa pengeras suara dan spanduk. Ini hanya menyampaikan aspirasi kami,” ujar kami pada petugas kepolisian.
Setelah orasi, ada instruksi untuk berpindah tempat aksi. Kami kemudian menyebar di sepanjang titik nol. Menggelar aksi kembali. Meskipun panas dan haus, tetap semangat karena peserta aksi dari aktivis muda sampai yang tua. Dan itu didominasi oleh para ibu. Para petugas juga makin semangat dan pasukan ditambah. Kira-kira setengah perjalanan aksi, ada informasi bahwa aksi dari teman-teman yang berada di Inna Garuda berhasil menembus Ring I. Keberhasilan Datik, Rina di Inna disambut dengan suka cita. Setelah berkumpul di titik nol, cerita tersebut langsung disampaikan oleh teman-teman pelaku aksi Inna Garuda. Perjuangan mereka menembus sampai meminjam syal dari sebuah toko hanya karena ketika masuk harus memakai kudung. Peminjaman syal tersebut menjadi saksi bertemunya para perempuan pejuang untuk bisa menyampaikan petisi.
Setelah beberapa saat, aksi sempat akan dihentikan dan diminta untuk berkumpul di PUKAT UGM. Diselingi orasi ucapan terima kasih kepada teman-teman dan petugas karena memperbolehkan melakukan aksi di depan Gedung Agung yang merupakan wilayah Ring I dan pengumpulan poster. Tapi, kemudian ada instruksi untuk melanjutkan aksi ada dan tidak ada Jokowi singgah ke Gedung Agung. Aksi berlanjut dengan membentang poster kembali di sepanjang titik dan depan Gedung Agung.
Ketika semakin mendekati Jokowi lewat di depan tempat kami semua menggelar aksi, semakin ketat pula pengamanan. Di depan kami berjajar polisi muda. Dan menutup akses untuk dekat ke jalan. Sempat ada tarik ulur dengan petugas dan negosisasi tentang dimana akan melakukan aksi. Seorang polisi yang saya lihat semula hanya melihat dari seberang dan berpakaian preman. Dengan sedikit marah memerintahkan kepada bawahannya untuk berdiri di depan kami. Dan sampai ada pula petugas yang berseragam batik dan selalu berdiri di pintu gerbang Gedung Agung dan dengan HT ditangannya bernegosisasi dengan salah satu dari kami pelaku aksi. Agar mundur. Permintaan tersebut kami turuti dengan persyaratan, petugas juga mau berbaris tidak padat. Akan tetapi, karena petugas polisi malah menambah barikade menjadi 2 lapis, maka kami semua maju kembali. Berhadapan langsung dengan petugas. Sampai-sampai ada dari kami yang naik ke pelingkup pohon pinang. Namun hanya sebentar, karena disuruh turun oleh petugas.
Aksi ini membuat saya mengingat perjuangan teman-teman tahun 1998. Dimana banyak berhadapan dengan petugas secara langsung dan keras. Sedang kami, yang kebanyakan ibu-ibu berhadapan dengan polisi-polisi muda untuk membarikade aksi.
Setelah ada ketegangan, ketika Jokowi kemudian benar-benar lewat, kami semua berteriak dan bertepuk tangan. Ternyata Jokowi membuka jendela mobil dan melambaikan tangannya ketika melintas. Dan sempat kesal dengan ketatnya pengawalan setelah jokowi melintas, salah satu dari kami berkata polisi ternyata takut dengan ibu-ibu. Polisi takut kita anarkis, padahal kita melakukan tanpa kekerasan.
Setelah Jokowi lewat, kami semua membubarkan diri dan kembali ke aktivitas masing-masing.
Ini Semangat SAPDA dalam ikut serta melakukan gerakan anti korupsi. Semangat yang ditularkan kepada Mbak Juju dan saya, Rini sebagai bagian dari SAPDA, sehingga menjadi bagian dari komunitas yang berjuang untuk Indonesia yang lebih baik.
Semangat dan sukses!
(Rini Rindawati, staff WDCC SAPDA)