Semakin Bangkit dan Berdaya: Sekolah Perempuan Disabilitas Berlanjut di Tahap Kedua

Gambar menunjukkan situasi zoom meeting Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap Dua. Di layar terdapat Bu Nurul sebagai fasilitator, Dokter Tyas sebagai pemateri, dan Juru Bahasa Isyarat Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap Kedua SAPDA

Pelaksanaan Sekolah Perempuan Disabilitas tidak hanya berhenti di Tahap Pertama, perempuan penyandang disabilitas semakin berdaya melalui Sekolah Perempuan Disabilitas di Tahap II dengan dukungan Womens Fund Asia (WFA).

Mengacu pada hasil evaluasi, assessment, dan feedback dari Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap Pertama, salah satu aspek yang paling berdampak dalam meningkatkan keberdayaan perempuan disabilitas adalah materi mengenai otonomi tubuh, kesehatan reproduksi, dan seksualitas. Maka dari itu, pelaksanaan Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap II secara khusus didesain untuk memperluas dan memperdalam pemahaman peserta terhadap isu tersebut.

Materi-materi di Sekolah Perempuan Tahap II ini mencoba untuk fokus mencakupi tiga area kunci yang relevan dengan kehidupan perempuan penyandang disabilitas: kesehatan reproduksi dan seksual, hak atas tubuh, dan penguatan kapasitas advokasi berbasis pengalaman personal terhadap isu-isu kesehatan reproduksi, terutama interseksionalitasnya dengan pengalaman gender, kondisi kedisabilitasan, dan kondisi sosial budaya yang ada di masyarakat.

Melalui proses pembelajaran ini, peserta dibekali 14 paket materi yang dapat mengembangkan perspektif dan sikap mereka dalam memahami, mengontrol, dan mengambil keputusan atas tubuh mereka. Silabus pembelajaran disusun bedasarkan isu yang relevan terhadap kondisi perempuan penyandang disabilitas—perempuan penyandang disabilitas diajak mengenali isu-isu penting tak hanya terkait kesehatan reproduksi, tetapi juga berkaitan dengan Sunat Perempuan, Kehamilan Tidak Diharapkan (KTD), Aborsi, Kekerasan Seksual, Siklus Hidup dan Perkembangan Manusia, Infeksi Menular Seksual, dan materi-materi perkembangan lain yang dipelajari secara kontekstual berdasarkan pelibatan bermakna dari perempuan penyandang disabilitas dan pengalaman nyata perempuan penyandang disabilitas—di mana hal tersebut dapat mendorong para peserta untuk lebih aktif dalam keterlibatan mereka dalam gerakan feminisme, ataupun untuk advokasi hak kesehatan seksual dan reproduksi.

dr. Pariawan Lutfi Ghazali, M.Kes., konsultan yang mendampingi selama proses Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap II menyebut, “Peserta telah dibekali pengetahuan dasar yang secara kritis dapat mendorong mereka memahami isu yang mempengaruhi hidup mereka. Mereka juga aktif berkontribusi dan berkomitmen untuk mengatasi hambatan sistemis pengetahuan terkait isu kesehatan reproduksi.”

Ruang belajar daring ini telah terlaksana secara aman, setara, dan saling memberdayakan—dengan mepertimbangkan pemenuhan akomodasi yang layak (AYL) bagi setiap peserta. Para peserta telah dilatih untuk menjadi individu yang memahami secara dalam mengenai tubuh, hak, dan posisi politik mereka sebagai perempuan dan sebagai penyandang disabilitas dalam sebuah masyarakat.

Materi-materi yang didalami untuk Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap II disusun tidak hanya sebagai bentuk transfer pengetahuan, tetapi juga digunakan sebagai bekal strategis bagi peserta dalam menyusun dan menjalankan Rencana Tindak Lanjut (RTL) mereka.

Proses penyusunan dan pelaksanaan RTL peserta, yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Juni 2025, sebagai bagian dari tahap lanjutan untuk memastikan aksi nyata dari pembelajaran Sekolah Perempuan Disabilitas dan mendukung keinginan para peserta untuk berkontribusi dalam mengembangkan lingkungan dan mengarusutamakan isu disabilitas. Para peserta, melalui materi yang didapatkan dari Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap Pertama dan Kedua, siap menjadi pionner dan agent of changes untuk masyarakat dan komunitasnya.

Harapannya, pelaksanaan Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap II ini dapat menjadi langkah inisiatif untuk pengembangan individu peserta yang aktif dan lebih berinisiatif dalam mendukung pemberdayaan perempuan dalam masyarakat. Dengan pendalaman materi yang telah tersampaikan melalui kelas daring, para peserta diharapkan mampu menjadi pelopor perubahan di komunitas masing-masing ataupun masyarakat secara luas, salah caranya adalah melalui pelaksanaan Rencana Tindak Lanjut yang diharapkan berdampak luas.

“Langkah ini masih awal untuk kemitraan dengan penyedia layanan kesehatan dan pembuat kebijakan perlu diperkuat. Hal ini pun perlu didorong dengan integrasi advokasi yang dipimpin peserta ke dalam aksi yang lebih luas lagi,” tambahnya.

Terima kasih kepada seluruh tim yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan Sekolah Perempuan Disabilitas Tahap II.
Pelaksana Project: Rini Rindawati dan Rama Agung Nur Pratama
Accessible Specialist: Putri Lalitaningtyas

Untuk info selengkapnya hubungi tim SAPDA:

  1. Rama Agung (Women Disability Crisis Centre SAPDA): ramaagungnr@gmail.com
  2. Media SAPDA : 0813-2739-5399

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *