DISKUSI PEMBAHASAN LOGO DIFABEL UNTUK KENDARAAN

Polemik mengenai penyandang disabilitas mengendarai kendaraan masih menjadi fokus berbagai pihak, agar pemenuhan hak penyandang disabilitas dapat terpenuhi, khususnya disabilitas tuli yang ingin mendapatkan SIM. Dalam hal ini, SAPDA terlibat dalam diskusi yang membahas logo difabel untuk menandai pengendara difabel di DIY hari Kamis, 30 Maret 2017 yang dimulai pukul 09.00 bertempat di sekertariat Komite Disabilitas DIY. Peserta diskusi berjumlah sekitar 20 orang yang mewakili beberapa DPO di DIY seperti HWDI, FPDB, PPDI Sleman, Pertuni Bantul dan Gunungkidul dan Gerkatin Jogja.

Diskusi ini merupakan tindak lanjut dari diskusi sebelumnya yang membahas tentang hak bagi teman-teman disabilitas tuli untuk mendapatkan hak untuk mendapatkan izin mengendarai, yaitu SIM. Hal ini dikarenakan masih ada persoalan dari Ditlantas DIY terkait dengan penyandang disabilitas tuli, bahwa mereka tidak boleh mendapatkan SIM dengan alasan tidak bisa mendengar ketika ada bunyi klakson sehingga hal tersebut dapat membahayakan diri sendiri atau oranglain.

Untuk mengambil jalan tengahnya agar penyandang disabilitas tuli bisa mendapatkan haknya, maka Komite Disabilitas DIY berinisaiasi untuk menjembatani dengan memberikan tanda/ logo kendaraan bagi pengendara disabilitas. Hal ini menuai beberapa opini, seperti dari sisi pemenuhan hak memang mendorong pemerintah untuk memenuhi hak penyandang disabilitas tuli mendapatkan SIM, namun di sisi lain harus melihat bahwa hak kita juga dibatasi oleh hak orang lain. Ini berarti bahwa semisal dari satu sisi kita mendorong pemenuhan hak penyandang disabilitas, di sisi lain kita harus sadar hak kita dibatasi oleh orang lain bahwa kita harus menyadari hak kita dapat membahayakan orang lain.

Dengan adanya tanda/ logo disabilitas pada kendaraan, harapannya agar disabilitas tuli juga bisa berkendara di jalan. Dengan adanya tanda/ logo, masyarakat umum dapat mengetahui bahwa koendaraan yg dikendarai adalah penyandang disabilitas sehingga dapat mengambil tindakan/ sikap dalam berkendara.

Dari diskusi banyak masukan-masukan terkait dengan logo yang akan digunakan sebagai penanda. Di awal diskusi ada pro dan kontra, namun setelah diskusi disepakati logo tetap menggunakan logo yang sudah familier selama ini yaitu tanda orang dengan kursi roda. Dikarenakan apabila desain logo diganti dengan yang baru, ini membutuhkan sosialisasi yang cukup lama untuk mengenalkan logo tersebut ke masyarakat.

untuk logo dikasih sebaiknya secara umum untuk semua ragam disabilitas yang mengendarai, agar inklusifitas tetap ada” ujar mbak Dwi dari Gerkatin.
untuk desain logo sebaiknya masalah warna dan bentuk harus dilihat dari esensinya harus digunakan untuk apa” ujar mas Salim, PPDI DIY.
Di akhir diskusi disepakati untuk tanda/ logo yang digunakan adalah logo yang selama ini familier yaitu orang dengan kursi roda, latar belakang logo warna kuning, ada tulisan pengendara disabilitas, untuk desain diserahkan ke pihak lain yang ahli di bidangnya. Dari hasil diskusi ini selanjutnya akan dibawa dalam workshop yang akan dilaksanakan tanggal 10 April 2017 dengan mendatangkan pihak-pihak yang berkompeten seperti Dishub, Kepolisian dan Dinsos untuk membahas pemenuhan hak disabilitas mendapatkan SIM. (Abas)