BELAJAR MENDALAMI PRINSIP KERJA JURNALISME INVESTIGASI

?????????????

Lingkar Reboan, sebuah wadah diskusi bulanan Pusham UII mengadakan diskusi mendalam mengenai jurnalisme investigatif (untuk penguatan advokasi kasus HAM) di kantor Pusham UII tanggal 21 September 2016 pukul 10.00 s/d. 13.00. Diskusi menghadirkan 2 narasumber yang sudah pernah melakukan jurnalisme investigatif, yaitu Osa Budi Santoso (Jurnalis Senior di CNN, Jakarta) dan Pito Agustin Rudiana (Jurnalis Tempo dan aktif di AJI) dan sebagai moderator adalah Alfi (mahasiswa UII).

Osa sharing salah satu pengalaman dalam mencari informasi. Contoh studi kasus pada pembakaran gereja di Aceh Singkir. Tim wartawan yang berangkat adalah koresponden, jurnalis dan produser untuk meliput dan mencari inforamsi serta data bagaimana pembakaran ini bisa terjadi. Pada awalnya tim mengalami kendala teknis, akan tetapi dengan menghadapi kendala tersebut tim secara kebetulan bertemu dengan pihak-pihak yang dapat memberikan beberapa fakta terkait pembakaran gereja tersebut. Menurut sumber informasi, pembakaran gereja dilakukan karena asas kesenjangan sosial. Namun setelah ditelusuri dan dilakukan penelusuran yang mendalam dengan bertemu pihak-pihak yang berkepentingan dalam kejadian tersebut, maka sedikit demi sedikit fakta yang sebenarnya mulai terungkap. Pembakaran gereja bukan karena kesenjangan ekonomi, akan tetapi karena konflik kultural. Konflik ini berakar sekitar tahun 1970. Setelah diselidiki, ada sebuah kepentingan besar yang menjadi pemicunya, terkait dengan unsur politis.

Osa menambahkan, bahwa peliputan yang dilakukan mungkin belum bisa disebut jurnalistik investigatif, akan tetapi lebih kepada indepth reporter. Apapun karya jurnalistik, lebih penting adalah point yanf telah didapatkan.

Pito lebih memaparkan mengenai praktik-praktik dalam melakukan jurnalistik investigatif. Dalam melakukan kegiatan ini, akan lebih baik untuk menyusun tim serta pembagian peran, karena akan lebih efektif daripada dilakukan sendiri, hal itu akan memakan banyak waktu. pembagian peran tim akan lebih berdasarkan keahlian, dan tidak harus dalam 1 wilayah kerja. Teknik-teknik investigatif yang pernah dilakukan adalah pengintaian, candid, serta penyamaran. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan fakta yang empiris, hal ini dilakukan karena ada persoalan yang memang harus diungkap. Setelah data didapatkan, data tersebut akan diverifikasi, diaudit oleh redaksi setelah itu dipublish ke media.

Untuk pemilihan berita yang akan dipublish ke khalayak umum, sumber berita harus diaudit, dipilah mana yang memang pantas untuk dipublish dan mana yang hanya menjadi konsumsi redaksi. Hal ini untuk meminimalisir adanya perbedaan persepsi maupun tangkapan dari masyarakat, karena media audio visual memang pragmatis, sangat cepat penyebarannya. Menjadi seorang jurnalis jangan sampai berat sebelah, jurnalis itu memaparkan informasi, karena sifat informasi yang spreading, maka harus berhati-hati dalam meng upload berita atau informasi. Apabila berita yang disajikan tidak sesuai dengan sumbernya, maka akan dapat menimbulkan persoalan-persoalan baru.

Hal yang dapat dipelajari adalah dalam konten mencari informasi, terjun ke lapangan, harus benar-benar disiapkan, menjadi seorang jurnalis juga membutuhkan keberanian untuk melakukan teknik-teknik pengambilan data/ informasi. Dikarenakan jurnalisme investigatif ini cukup riskan sehingga kematangan konsep yang ingin diungkap pun harus benar-benar menjadi kesepakatan tim pemburu berita. (Dhinda)