JOGJA ISTIMEWA TANPA RUANGPUBLIK

Judul Buku: Jogja Istimewa Tanpa Ruang Publik
Studi Kasus Praktek Desentralisasi Asimetris DIY Dalam Konteks Ruang Publik, Pola Komunikasi Politik Dan Partisipasi Masyarakat Sipil Dalam Pengelolaan Dana Keistimewaan.
Penulis: Iranda Yudhatama
Ukuran buku: 19×13,5
Tebal buku: 104
Cetakan pertama, November 2015
Penerbit: lembaga swara nusa
ISBN: 9786027363502
Penulis dan peneliti: Iranda Yudhatama
Asisten Peneliti:
Widyaningtyas Virgo Kartika
Bambang Prasojo
Aris Hartono

 

Isi buku ini sejatinya merupakan kajian yang mengkritisi implementasi Undang-undang keistimewaan Yogyakarta yakni Undang-undang Nomor 13 tahun 2012 yang saat ini telah menginjak tahun keempat di tahun 2016. Persoalan mengenai praktek Desentralisasi Asimetris yang dikaji dalam buku ini banyak menggambarkan fenomena yang yang bertentangan dengan konsep sebenarnya yang diharapkan dari adanya Desentralisasi Asimetris yang sejatinya memberikan sebuah kebebesan untuk suatu daerah dalam menjalankan system pemerintahannya terlebih lagi dalam persoalan kesejahteraan masyarakat.
Anehnya, fenomena yang terjadi adalah masyarakat tidak mendapatkan ruang untuk berpartisipasi dalam pengelolaan dana keistimewaan sebagai perwujudan dari Undang-undang keistimeswaan Daereah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini. Dalam buku yang dicetak dalam ukuran kecil ini, menyajikan sebuah penelitian kualitatif mengenai fenomena pola komunikasi politik para eksekutif pemerintah DIY dalam kaitannya dengan pengelolaan anggaran keistimewaan DIY serta ruang publik yang diberikan oleh pemerintah DIY untuk masyarakat dalam mengawasi penyaluran dana keistimewaan DIY ini karena sejatinya ruang publik memiliki peran penting dalam mewujudkan pemerintahan yang demokratis untuk mewujudkan terciptanya kondisi rakyat Indonesia yang sejahtara dan makmur.

Buku ini memuat berbagai data-data pendukung mengenai fenomena yang terjadi di masyarakat terkait implementasi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2012 tentang keistimewaan Yogyakarta.
Dengan bahasa yang ringan dan mudah untuk dicerna buku ini bisa dijadikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya guna mengkaji mengenai Desentralisasi Asimetris khususnya yang telah diterapkan di Yogyakarta. Meskipun judul buku ini terlalu panjang dan tidak menarik minat untuk membacanya, setidaknya isi buku ini bisa memberikan gambaran mengenai kondisi Yogyakarta yang memiliki keistimewaan dalam pemerintahan, kelembagaan, budaya dan tata ruang ini yang menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah Yogyakarta untuk memperbaiki kondisi masyarakat Yogyakarta yang masih banyak dihantui kemiskinan serta permasalahan lainnya yang mencakup keamanan dan kesejahteraan. Masyarakat Yogyakarta yang kaya akan budaya dan kearifan lokal yang memunculkan daya tarik bagi wisatawan terlebih kalau menelisik masa lalu, Yogyakarta sempat pernah dijadikan ibu kota Indonesia dan dari Yogyakarta-lah banyak terlahir tokoh-tokoh yang berkiprah di ranah pemerintahan yang juga memperjuangkan hak-hak masyarakat Indonesia.