MEMAHAMI DIFABEL

Pertama kali ditawari Mbak Tari menjadi notulis saya sempat ragu, apa saya bisa? Seumur-umur belum pernah jadi notulis. Pada akhirnya saya terima tawaran itu, hitung-hitung sambil belajar. Pertama kalinya saya buat notulen saya kesulitan, perasaan saya campur aduk saat itu antara bingung, kaget dan takut. Dan hasil tulisan saya pun tidak sesuai harapan, banyak kesalahan-kesalahan yang saya buat. Saya sudah putus asa, inilah pertama dan terakhir saya menjadi notulis pasti saya akan diganti, pikir saya saat itu. Tapi saya masih diberi kesempatan, “Sekalian belajar,mbak”, kata Bu Nurul waktu itu. Lega rasanya mendengar.
Selama 10 kali pertemuan saya mendapatkan ilmu dan pemahaman baru khususnya tentang disabilitas dan ideologi kenormalan. Hal itu membuat pola pikir saya berubah, selama ini saya berpikir bahwa saya secara fisik tidak normal karena saya tidak seperti orang lain yang bisa berjalan, berlari dan lain-lain.
Ternyata yang namanya disabilitas adalah suatu bentuk kesempurnaan yang diberikan Tuhan kepada sekelompok makhluknya. Artinya, dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya tidak ada istilah “cacat”, karena semua orang diciptakan dengan kesempurnaannya masing-masing. Akan tetapi, ketidak dewasaan yang ada pada diri masyarakat yang kemudian membeda-bedakan satu sama lain. Sebagai contoh adanya istilah “penyandang cacat” merupakan salah satu contoh bentuk diskriminasi atau perlakuan yang berbeda. Karena istilah tersebut mengandung arti sekelompok manusia yang mengalami kekurangan fisik dan/atau mental, yang harus dikasihani dan bukan untuk diberi akses untuk dapat hidup wajar seperti orang lain pada umumnya.


Difabel (people with different ability) secara harfiah berarti orang dengan kemampuan berbeda. Dari pengertian ini kemudian timbul pertanyaan: “bukankah semua orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda?” Pertanyaan ini kemudian dijawab dengan pengertian difabel secara istilah, yaitu: seseorang yang mengalami kekurangan pada fisik dan/atau mentalnya, sehingga dia menjadi terdiskriminasi atau diperlakukan secara berbeda oleh masyarakat. Dari pengertian ini jelaslah bahwa difabel bukanlah orang yang cacat, melainkan mereka yang selama ini didiskriminasi oleh lingkungan masyarakat mereka, sehingga mereka tidak mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan akses dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan.