Memberdayakan Kelompok Rentan Melalui Program ACTION

Memberdayakan Kelompok Rentan Melalui Program ACTION

Yogyakarta – Sudah 9 bulan sejak Indonesia menghadapi pandemi virus corona atau Covid-19. Banyak pihak yang harus berjuang menghadapi krisis, termasuk para penyandang disabilitas. Mereka adalah satu dari sekian banyak kelompok rentan dan marjinal yang memiliki ketahanan lemah dalam menghadapinya.

Untuk itulah Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) menginisiasi program Active Citizenz Building Solidarity and Resilience in Response to Covid-19 (ACTION) atau Warga Aktif Membangun Solidaritas dan Ketahanan Menanggapi Dampak Covid-19).

Inisiasi dilakukan SAPDA bersama dengan sejumlah mitra di gedung Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Yogyakarta, pada Kamis (5/11). Mitra-mitra tersebut antara lain: HIVOS, Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), Institut Kapal Perempuan, Pamflet, dan Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK).

“Teman-teman dari komunitas penyandang disabilitas yang sebetulnya dari sebelum ada Covid-19 pun secara kesehatan mempunyai persoalan. Nah saat kemudian (muncul) Covid, mereka semakin mengalami penurunan kesehatan. Bisa jadi karena kekebalan tubuh, bisa jadi karena persoalan-persoalan yang berkaitan dengan asupan,” kata Direktur SAPDA Nurul Sa’adah Andriani dalam rapat.


Nurul menjelaskan bahwa program ACTION secara umum memiliki tujuan untuk meningkatkan partisipasi organisasi masyarakat sipil dalam mencegah, menangani dan memitigasi resiko kerentanan terkait krisis Covid-19. “Situasi sekarang walaupun mungkin kita masih bisa sebut krisis, tapi masyarakat sudah agak bergerak,” jelasnya.

Selain kelompok disabilitas, program ACTION juga menyasar sejumlah kelompok rentan lainnya, salah satunya perempuan dan anak-anak. “Situasi pembatasan sosial dapat memberikan tekanan pada keluarga, perempuan, anak-anak,” jelas Nurul.


Kemudian juga ada kelompok minoritas yang memiliki keterbatasan dalam mengakses lapangan pekerjaan, sehingga mengalami penurunan penghasilan. “Itu terlihat di dalam banyak sekali kejadian-kejadian di beberapa waktu terakhir setelah Covid-19 dari bulan Maret itu,” katanya.


Selanjutnya, adalah kelompok masyarakat yang tinggal di kawasan terpencil, serta para petani yang memiliki sedikit pilihan untuk menjual produk sayur dan buah-buahan. Bahkan, komunitas masyarakat perkotaan juga menjadi target di dalam program ini.

“Ada komunitas miskin di perkotaan yang tinggal di tempat pemukiman padat penduduk. Kadang-kadang kalau di dalam situasi Covid-19 ini memang social distancing di dalam lingkungan yang padat itu hampir tidak memungkinkan. Di sana mungkin akses air bersih dan sanitasi terbatas,” ujar Nurul.

Secara kuantitas, target-target dari beragam latar belakang tersebut diperkirakan mencapai jumlah 15 ribu individu. “Ada 50 organisasi masyarakat sipil dan komunitas, kemudian ada 2 ribu perempuan, 2 ribu kaum minoritas, 800 disabilitas, 200 lansia, 200 pemuda, 400 petani, pekerja tanpa lahan, dan UMKM,” papar Nurul.

Lebih lanjut, program ACTION diharapkan akan menghasilkan empat buah keluaran (outcome). Yang pertama, adanya peningkatan respon kesehatan berbasis komunitas dan perbaikan koordinasi dengan pemerintah. Outcome ini akan diwujudkan oleh lembaga CISDI.

“Jadi bagian dari kegiatan kami adalah membentuk satgas Covid-19 di tingkat desa, menganalisis kelompok-kelompok rentan yang ada di desa untuk mereka tetap mendapatkan pengobatan esensial, kemudian juga produksi APD,” tutur perwakilan CISDI Citra Kusuma yang juga sekaligus project officer dari program ACTION.

Dalam menjalankan perannya, CISDI juga akan dibantu oleh Pamflet yang fokus menyorot isu kesehatan mental. “Kami melihat bahkan orang muda menjadi salah satu kelompok yang terdampak ketika adanya PSBB. Banyak tekanan ketika mereka harus belajar dari rumah misalnya. Nah ini yang kita pulihkan,” katanya perwakilan dari Pamflet, Astried Permata.

Ada pun outcome kedua, yakni komunitas marjinal diharapkan akan memperoleh akses dukungan sosial dan ekonomi dalam merespon dampak pandemi Covid-19. Outcome ini akan diprioritaskan oleh Institut Kapal Perempuan yang akan fokus pada penyaluran bantuan bahan pangan seperti paket sembako.

“Selain itu juga kita bekerja untuk penguatan kesadaran terhadap peningkatan resiko KDRT yang memang pada masa pandemi ini terjadi peningkatan kasus. Kemudian kita juga mengadakan public campaign dengan menyelenggarakan pengaduan online. Kita akan juga mensupport untuk penguatan skill kerja, pengadaan, alat usaha,” kata perwakilan Institut Kapal Perempuan, Eci Ernawati.

Kemudian outcome ketiga diwujudkan oleh PUPUK, terkait dengan peningkatan kemampuan kerja kelompok marjinal serta peningkatan akses ke kesempatan memperoleh pendapatan yang lebih baik. Mereka akan melakukan pemulihan ekonomi kepada kelompok-kelompok sasaran yang menjadi masukan dari para mitra yang lain.


“Jadi para mitra akan bekerja melakukan assesment siapa saja yang ada dijadikan penerima manfaat. Kalau memang mereka ingin menjadi wirausaha, nanti kita akan training jadi wirausaha. Kalau misalnya ingin jadi tenaga terampil, ya nanti dilatih dengan kegiatan-kegiatan mandiri,” ungkap perwakilan PUPUK Early Rahmawati.

Selanjutnya outcome terakhir yang dijalankan oleh Hivos, yakni produsen skala kecil, pekerja dan Usaha Kecil Mikro (UKM) di bidang agrikultur memiliki akses baru ke pasar, dan juga kesempatan baru untuk menjual produk mereka.

Sebagai informasi, program action direncanakan akan berjalan selama 2 tahun ke depan, dimulai dari bulan November 2020 hingga Juni 2022, dengan dibagi menjadi dua fase. Outcome pertama dan kedua dimasukan ke dalam fase pertama. Sedangkan outcome ketiga dan terakhir menjadi fase kedua.

Ada pun wilayah yang menjadi area kerja dari program ACTION meliputi Kota Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta Timur di DKI Jakarta, Bogor di Jawa Barat, Lombok Timur di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Makassar di Sulawesi Selatan. “Jadi ada tiga kota dan dua kabupaten yang kami arahkan,” timpa Nurul kembali.

Teruntuk Kota Yogyakarta yang menjadi wilayah utama, program akan menargetkan di Kecamatan Kotagede, Wirobrajan, dan Mergangsan. “Karena memang SAPDA selama ini sudah cukup mempunyai pengalaman bekerja dengan kota Yogyakarta, dan cukup bagus hubungannya. Jadi sebenarnya kami berani untuk masuk lagi,” tuturnya.

“Wirobrajan dan Mergangsan kan memang termasuk daerah yang angka kemiskinannya tinggi. Kalau berkaitan dengan Covid-19, semuanya merata. Tidak ada kecamatan yang jauh lebih tinggi atau tidak ada yang kosong sama sekali,” lanjut Nurul.

Selain pengenalan program, rapat juga mengagendakan koordinasi antara lembaga penginisiasi program ACTION dengan setiap Operasi Perangkat Daerah (OPD) Kota Yogyakarta, antara lain: Dinas Koperasi, Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMPPA).

Hal tersebut bertujuan agar dapat diketahui apa saja yang telah dijalankan pemerintah Kota Yogyakarta sendiri sehingga bisa dintegrasikan dengan program ACTION, serta mengetahui celah-celah kebijakan yang belum tercapai dan dapat diisi.

Selain itu, juga koordinasi terkait pemenuhan persyaratan administratif program antara perwakilan Hivos, Jo yang sekaligus merupakan project manager program ACTION dengan Bagian Kerjasama Kota Yogyakarta. “Karena program ini lintas sektor dan stakeholder, maka harus ikut pada mekanisme yang ada di pemerintah,” tutup Jo.