[PERS RILIS] Uni Eropa Melalui Program ACTION Mendistribusikan 293 Unit Tempat Cuci Tangan yang Mudah diakses Penyandang Disabilitas

Distribusi Washing Station

Yogyakarta, 30 September 2021 – Melalui Program ACTION, Uni Eropa mendistribusikan 293 unit tempat cuci tangan aksesibel di 40 Desa/Kelurahan di Kota Jakarta Timur, Kabupaten Bogor, Kota Yogyakarta, Kabupaten Lombok Timur dan Kota Makassar pada September hingga Oktober 2021. Distribusi dilakukan oleh Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) sebagai kontribusi dari Program ACTION untuk memfasilitasi kesamaan akses cuci tangan bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas dalam rangka menekan angka penyebaran COVID-19.

Program ACTION (Active Citizens Building Solidarity and Resilience in Response to COVID-19) atau Warga Aktif Membangun Solidaritas dan Ketahanan dalam Menghadapi COVID-19 merupakan Program yang diinisiasi oleh Hivos serta diimplementasikan bersama dengan SAPDA, Institut KAPAL Perempuan, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Perkumpulan untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK), dan Pamflet Generasi.

Di Kota Yogyakarta, SAPDA mendistribusikan 52 unit tempat cuci tangan aksesibel di 7      desa/kelurahan; 64 unit di 8 desa/kelurahan di Kota Jakarta Timur; 51 unit di 7 desa/kelurahan di Kabupaten Lombok Timur; 63 unit di 9 desa/kelurahan di Kabupaten Bogor; dan 63 unit di 9 desa/kelurahan di Kota Makassar.      

Secara simbolis SAPDA bersama perwakilan penerima manfaat melakukan penyerahan tempat cuci tangan aksesibel ke Pemerintah Kota Yogyakarta yang diwakili oleh Lurah Wirobrajan; Lurah Patangpuluhan; Mantri Pamong Praja Wirobrajan; dan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta.

Selain itu, juga hadir perwakilan Dinas Sosial, Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta dan perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta. Penyerahan simbolis ini dilakukan di Pendopo Kemantren Wirobrajan pada Kamis, 30 September 2021. Hingga acara simbolis berlangsung, tempat cuci tangan aksesibel telah terdistribusikan ke 5 hingga 6 desa/kelurahan di setiap wilayah.

Direktur SAPDA, Nurul Saadah Andriani, mengatakan, “Akses cuci tangan masih menjadi persoalan bagi tidak sedikit kelompok masyarakat, utamanya yaitu penyandang disabilitas dan lansia. Ini disebabkan karena mayoritas fasilitas cuci tangan yang ada di ruang publik masih didesain tanpa mempertimbangkan kebutuhan penyandang disabilitas, anak-anak dan lansia, sehingga dinilai masih tidak aksesibel dan tidak aman bagi mereka.”

Lebih lanjut, Nurul tidak lupa menegaskan, “Penyandang disabilitas, dengan beragam hambatan serta kebutuhan khususnya, memiliki cara yang berbeda dalam mengakses fasilitas cuci tangan. Maka keberadaan fasilitas cuci tangan aksesibel menjadi begitu penting untuk mendorong persamaan kesempatan mengakses cuci tangan bagi seluruh kelompok masyarakat.”

Distribusi tempat cuci tangan aksesibel ini juga dilakukan untuk menjawab kebutuhan penyandang disabilitas terkait akses mencuci tangan. Berdasarkan survei yang dilakukan SAPDA pada Desember 2020 hingga Januari 2021 kepada 44 penyandang disabilitas dari Kelurahan/Desa/RW/Dusun di 5 wilayah sasaran distribusi, setidaknya terdapat sejumlah standar aksesibilitas yang perlu dipenuhi pada tempat cuci tangan agar mudah diakses oleh penyandang disabilitas, yaitu:

  1. Menggunakan keran tuas sehingga mudah dioperasikan dengan satu tangan dan aksesibel bagi penyandang disabilitas fisik yang tidak memiliki kelengkapan anggota gerak (dikonfirmasi 35% responden)
  2. Tempat cuci tangan memiliki tinggi antara 75 hingga 85 cm dari lantai dasar sehingga aksesibel bagi penyandang disabilitas fisik bertubuh pendek dan pengguna kursi roda (dikonfirmasi 31% responden)
  3. Terdapat petunjuk tempat cuci tangan yang sederhana, sehingga mudah dipahami oleh penyandang disabilitas intelektual (dikonfirmasi 13% responden)
  4. Ditempatkan di lokasi yang rata, luas, dekat dan tidak terhalang oleh benda apapun, sehingga aksesibel bagi penyandang disabilitas fisik pengguna kursi roda dan kruk (dikonfirmasi 16% responden).
  5. Memiliki bidang miring atau ramp, terutama untuk tempat cuci tangan yang memiliki tinggi lebih dari 85 cm (dikonfirmasi oleh 2% responden).
  6. Area sekitar tempat cuci tangan dilengkapi dengan blok pemandu atau guiding block sehingga mudah dijangkau oleh penyandang disabilitas netra (dikonfirmasi oleh 3% responden). Namun, pengadaannya penuh tantangan karena memerlukan banyak rekayasa lingkungan.

Selain itu, distribusi tempat cuci tangan aksesibel juga bertujuan untuk meningkatkan pemerataan akses mencuci tangan. Survei kepada 80 responden pemangku kepentingan dari Kelurahan/Desa/RW/Dusun menemukan belum meratanya ketersediaan tempat cuci tangan di 5 wilayah sasaran distribusi.     .

Kondisi itu diantaranya disebabkan jumlah tempat cuci tangan yang tidak sebanding dengan jumlah fasilitas umum, proses pengadaan tempat cuci tangan yang membutuhkan banyak waktu, kesadaran mencuci tangan yang kurang di sebagian besar masyarakat, hingga adanya penarikan tempat cuci tangan di wilayah yang dinyatakan zona hijau.

Distribusi tempat cuci tangan juga diharapkan dapat membumikan kebiasaan mencuci tangan. Masih menurut survei kepada pemangku kepentingan, ketertiban mencuci tangan di 5 wilayah sasaran distribusi belum optimal. Kondisi ini disebabkan oleh kepedulian terhadap kesehatan yang rendah, pemahaman terhadap penyebab penyebaran COVID-19 yang kurang; dan preferensi mayoritas masyarakat yang lebih memilih cairan pembersih tangan karena lebih praktis.

Survei pun juga menemukan belum semua Kelurahan/Desa/RW/Dusun di 5 wilayah sasaran distribusi memiliki alokasi pendanaan, sumber daya dan kebijakan khusus terkait pengadaan tempat cuci tangan. Melihat temuan-temuan tersebut, SAPDA memberikan rekomendasi berikut:

  1. Mendorong di Pemerintah Desa/Kelurahan untuk mengalokasikan anggaran dan meningkatkan kerjasama dengan pihak lain untuk pengadaan cuci tangan sebagai bagian dari pengurangan bencana non-alam.
  2. Memaksimalkan petugas yang ada di fasilitas umum untuk mengingatkan cuci tangan, sebagai contoh tukang parkir, petugas keamanan dan bagian pelayanan.
  3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan memberikan himbauan melalui berbagai macam media yang dapat diakses oleh semua orang termasuk penyandang disabilitas.
  4. Perlu adanya kebijakan dan aturan yang tegas dari pemerintah setempat terkait pengadaan tempat cuci tangan dan perilaku mencuci tangan.

Distribusi tempat cuci tangan aksesibel ini kiranya dapat memudahkan lebih banyak penyandang disabilitas dan kelompok terpinggirkan lainnya dalam mengakses pemenuhan hak mencuci tangan serta membantu mereka melindungi diri dari COVID-19.

______

Tentang Uni Eropa

Uni Eropa adalah kesatuan ekonomi dan politik antara 27 Negara Anggota. Bersama-sama, mereka telah membangun zona yang stabil, berlandaskan demokrasi dan pembangunan berkelanjutan sambil mempertahankan keanekaragaman budaya, toleransi dan kebebasan individu. Pada tahun 2012, Uni Eropa dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian karena upayanya dalam menjunjung perdamaian, rekonsiliasi, demokrasi dan hak asasi manusia di Eropa. Uni Eropa adalah blok perdagangan terbesar di dunia dan merupakan sumber dan tujuan investasi langsung asing terbesar di dunia. Secara kolektif, Uni Eropa dan Negara-negara Anggotanya adalah donor terbesar untuk Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) dengan menyediakan lebih dari setengah ODA secara global.

Tentang bantuan Uni Eropa untuk mengatasi wabah virus corona di Indonesia

Untuk mendukung negara-negara mitra dalam perang melawan pandemi COVID-19 dan dampaknya, Uni Eropa telah meluncurkan pendekatan “Tim Eropa”. Tujuan dari pendekatan “Tim Eropa” adalah untuk menggabungkan sumber daya dari Uni Eropa, Negara-Negara Anggotanya dan lembaga keuangan Eropa. “Tim Eropa” telah mengerahkan sekitar € 200 juta dalam bentuk hibah dan pinjaman untuk mendukung Indonesia. Hibah € 6 juta atau Rp 108,5 miliar didedikasikan untuk mendukung organisasi masyarakat sipil dalam menanggulangi dampak kesehatan dan sosial ekonomi dari krisis COVID-19 di Indonesia.

Tentang proyek ACTION

Proyek “Active Citizens Building Solidarity and Resilience in Response to COVID-19 (ACTION)” diimplementasi oleh Hivos dan lima mitra lokal, yaitu Institut KAPAL Perempuan, CISDI, PAMFLET Generasi, PUPUK dan SAPDA. Proyek yang didanai oleh Uni Eropa ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi organisasi masyarakat sipil dalam mencegah dan memitigasi resiko yang disebabkan oleh pandemi COVID-19 dan memastikan bahwa kelompok rentan dan terpinggirkan di Indonesia memiliki akses yang sama terhadap program pemulihan sosial dan ekonomi. Proyek dua tahun ini dilaksanakan di 15 kecamatan dan 40 desa di DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan dalam dua tahap. Fase pertama akan berfokus pada respons awal terhadap pandemi, sedangkan fase kedua akan membantu mengurangi dampak sosial dan ekonomi. Wanita, penyandang disabilitas, lansia, pemuda, pengusaha UKM, dan OMS sebagai penerima manfaat.

Tentang Konsorsium Proyek ACTION

Hivos:

Hivos adalah lembaga internasional berpusat di Belanda yang mengupayakan solusi baru untuk menghadapi isu-isu global. Dengan proyek tepat guna, kami menentang diskriminasi, ketidaksetaraan, penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Untuk itu kami bekerjasama dengan pelaku usaha, masyarakat dan lembaga masyarakat yang inovatif. Kami berbagi mimpi dengan mereka untuk meraih ekonomi yang berkelanjutan dan masyarakat yang inklusif.

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI):

CISDI adalah organisasi masyarakat sipil yang mendukung terwujudnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) melalui pembangunan kesehatan dan pelibatan kaum muda dalam pembangunan kesehatan. CISDI melakukan kajian isu berdasarkan pengalaman mengelola program penguatan pelayanan kesehatan primer di daerah sub-urban dan DTPK, riset dan analisa kebijakan kesehatan, kampanye perubahan sosial, serta keterlibatan dalam diplomasi kesehatan di tingkat nasional dan global.

Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan):

Tujuan didirikan KAPAL adalah membangun gerakan perempuan dan gerakan sosial yang mampu mewujudkan keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender serta perdamaian di ranah publik dan privat. KAPAL memfokuskan diri untuk memperkuat kepemimpinan perempuan melalui pendidikan kritis feminis, pengorganisasian dan advokasi berbasis bukti terutama untuk perempuan di akar rumput.

PAMFLET:

Pamflet merupakan organisasi Hak Asasi Manusia yang didirikan dan dikelola oleh orang muda. Kami berfokus pada gerakan orang muda serta mendorong adanya inisiatif baru untuk perubahan sosial dan budaya, khususnya terkait dengan isu Hak Asasi Manusia, politik, demokrasi, keberagaman gender dan seksualitas. Kami juga melakukan pengelolaan pengetahuan pergerakan orang muda melalui pengembangan pusat informasi, dokumentasi, dan mengadakan peningkatan kapasitas bagi orang muda.

Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK):

PUPUK merupakan organisasi nirlaba yang independen, berawal dari inisiasi program Peningkatan Industri Kecil (PIK) – KADIN Jawa Barat, dan prakarsa tiga kelompok profesional yaitu Pengusaha, Akademisi dan Aktivis Ekonomi yang dimulai tahun 1979 bekerjasama dengan lembaga dari Jerman yaitu Friedrich-Naumann-Stiftung (FNSt). Pada tahun 1988 dideklarasikan secara independen dengan tujuan memperluas ruang lingkup wilayah dan capaian ekonomi yang lebih komprehensif dan dilembagakan menjadi PUPUK, dengan badan hukum PERKUMPULAN. PUPUK memberikan pendampingan teknis untuk memperkuat bisnis usaha kecil serta memperkuat ekosistem sehingga akan tumbuh wirausaha baru tangguh dalam menghadapi persaingan ekonomi.

Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA):

SAPDA, singkatan dari Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak yang berkantor pusat di Yogyakarta dan berdiri sejak bulan Juli, 2005, merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan visi untuk memperjuangkan mewujudkan perubahan, keadilan, kebebasan, kesejahteraan dan kesetaraan untuk pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas dan anak dalam masyarakat inklusi atas dasar persamaan hak asasi manusia.

Untuk informasi lebih lanjut silahkan hubungi:

Ayatulloh (Miko) | Program Manager SAPDA | pm@sapda.org | 08174115225