Komunitas Difabel Blora Dorong Aksesibilitas Pengadilan Negeri Blora

Komunitas Difabel Blora Mustika (DBM) dengan dukungan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) mendorong Pengadilan Negeri (PN) Blora menjadi lebih inklusif dan aksesibel bagi penyandang disabilitas. Inisiatif ini disampaikan dalam asistensi yang dilakukan SAPDA bersama DBM kepada PN Blora pada Selasa (7/9).

Ketua DBM Abdul Ghofur menyatakan komunitasnya telah berkomitmen untuk menjadi perpanjangan tangan SAPDA dalam memberikan asistensi kepada PN Blora di waktu yang akan datang, baik terkait pemenuhan tenaga pendamping maupun pemeriksaan aksesibilitas fisik.

Ia berharap semakin inklusifnya PN Blora dapat mendorong semakin banyak kasus-kasus penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum di Blora dapat terselesaikan sampai ke level pengadilan. “Banyak perempuan difabel di sini yang menjadi korban kekerasan, tetapi cuma berhenti sampai mediasi,” kata Ghofur.

Sementara itu Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani menyampaikan apresiasi terhadap komitmen PN Blora untuk menjadi pengadilan yang ramah bagi penyandang disabilitas. Pihaknya mengaku akan menyampaikan kemajuan ini kepada Mahkamah Agung dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Saya juga ingin mengingatkan bahwa menjadikan sebuah pengadilan yang ramah disabilitas itu membutuhkan waktu. Tapi yang terpenting adalah komitmen berproses untuk mencapai tujuan tersebut. Kami, SAPDA juga punya komitmen untuk mendukung proses ini sampai dengan pengadilan ini ramah terhadap disabilitas,” kata Nurul.

Melanjutkan Nurul, Fatum Ade dari Women Disability Crisis Center (WDCC) SAPDA yang mengkoordinatori asistensi ini berhadap peningkatan aksesibilitas di PN Blora dapat membuat kualitas layanan bagi penyandang disabilitas semakin baik, sehingga tidak ada penyandang disabilitas yang tidak terlayani.

“Karena kasus-kasus yang SAPDA tangani selama ini berkaitan dengan penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, kadang terkendala dan tidak mau dilanjutkan ke proses hukum. Satu persoalan terbesarnya dikarenakan ketiadaan akomodasi yang layak, yang dimana saat ini sedang didorong oleh Mahkamah Agung,” lanjut Ade.

Sedangkan Ketua PN Blora Budi Setyawan mengatakan sejak Maret tahun ini telah merencanakan agar lembaga yang dipimpinnya menjadi pengadilan inklusif yang memperhatikan kebutuhan khusus semua orang termasuk kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, ibu hamil, anak-anak dan lanjut usia.

“Dan tentunya pengadilan Negeri Blora sendiri sadar akan keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, sehingga kami memohon untuk memberikan pelatihan dan pendampingan kepada aparatur pengadilan Negeri Blora dari Yayasan SAPDA. Harapannya nanti ke depan kami bisa memberikan layanan yang prima kepada semua orang,” jelas Budi.

Semua ini Budi inisiasi tanpa melihat populasi penyandang disabilitas di Blora yang sedikit. “Kalau melihat statistik di Pengadilan Negeri Blora, itu dari jumlah penduduk 100 orang mungkin hanya 1% yang adalah penyandang disabilitas. Meskipun kecil, kami tidak mengabaikan, kami memberikan pelayanan untuk mereka,” tegasnya.

Dalam asistensi ke PN Blora, SAPDA dan DBM memberikan pengarusutamaan tentang konsep disabilitas dan peradilan inklusi kepada jajaran aparatur PN Blora, mulai dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Hakim, Panitera, Petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), petugas keamanan dan petugas Pos Bantuan Hukum (Posbakum).

Dalam asistensi ini, SAPDA bersama DBM memberikan pengarusutamaan tentang ragam dan kebutuhan penyandang disabilitas kepada jajaran aparatur PN Blora mulai dari Ketua, Wakil Ketua, sekretaris, petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), keamanan, hakim, panitera dan posbakum.

Selain itu, asistensi juga mengagendakan pelatihan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas, utamanya bagi jajaran aparatur PN Blora yang bertugas di garis terdepan layanan sepertu petugas PTSP dan keamanan. SAPDA mengajak langsung mereka untuk melakukan simulasi pelayanan terhadap penyandang disabilitas.

Dari asistensi ini, SAPDA mendapati PN Blora telah membangun sarana dan prasarana yang aksesibel bagi penyandang disabilitas, mulai dari jalur pemandu untuk disabilitas netra, bidang miring atau ramp dan pegangan untuk pengguna kursi roda, beberapa alat bantu untuk disabilitas fisik, hingga toilet aksesibel dan ruang sidang kelompok rentan.

Pada Desember tahun 2020 lalu, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum telah mengeluarkan Surat Keputusan nomor 1692 yang mewajibkan pengadilan di seluruh Indonesia menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas melalui pengadaan sarana prasarana fisik dan perbaikan kebijakan layanan.

Hingga saat ini, SAPDA telah menjalin kerjasama dengan PN Yogyakarta, PN Karanganyar, PN Ungaran, PN Klaten, PN Boyolali, PN Kepanjen, PN Pati, PN Sragen, PN Malang, PN Bangil, PN Batam, PN Nangabulik, PN Rokan Hilir, PN Sampit, PN Pangkalan Bun, Pengadilan Agama (PA) Yogyakarta, dan PA Stabat.

Selain itu, juga Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, PT Surabaya, PT Palangkaraya, Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Yogyakarta, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta dan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Semua kerjasama ini terwujud dengan dukungan pendanaan dari Australia-Indonesia Partnership for Justice 2.