Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) telah melakukan pemantauan terhadap 65 pengadilan menuju inklusif, terdiri dari 21 pengadilan dari lingkungan peradilan tata usaha negara pada tahun 2021, disusul 44 pengadilan dari lingkungan peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan militer pada tahun 2022. Pemantauan ini dilakukan sebagai tindak lanjut pasca pendampingan teknis SAPDA kepada pengadilan berkaitan dengan penyediaan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas berhadapan dengan hukum.
Pemantauan ini telah merekam berbagai upaya perbaikan yang dilakukan oleh pengadilan untuk mendukung pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, baik dalam hal sarana prasarana maupun layanan. Dalam hal sarana prasarana, keseluruhan 65 pengadilan telah melakukan upaya penyediaan infrastruktur yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas. Menurut hasil pemantauan, penyediaan sarana prasarana masih lebih banyak berpusat pada ruang pelayanan dibandingkan bagian luar pengadilan maupun ruang persidangan. Kendati begitu, capaian ini menjadi langkah awal yang baik karena pengadilan telah berupaya memastikan aksesibilitas di tengah keterbatasan anggaran dan referensi, serta hambatan geografis
Sementara dalam hal layanan, mayoritas 53 dari total 65 pengadilan telah memiliki seluruh/sebagian standar pelayanan bagi kelompok rentan (penyandang disabilitas, perempuan, dan anak). Seluruh 65 pengadilan juga telah berupaya meningkatkan layanan dengan menjalin kerjasama dengan organisasi disabilitas, layanan Juru Bahasa Isyarat, layanan pendamping disabilitas, layanan kesehatan dan psikolog/psikiater, maupun pihak lain yang bergerak dalam perlindungan hak penyandang disabilitas.
Selain itu,keseluruhan 65 pengadilan juga telah memberikan akses peningkatan kapasitas tentang ragam, hambatan dan kebutuhan penyandang disabilitas bagi para aparaturnya. Hasil pemantauan menunjukan, peserta pelatihan didominasi oleh petugas PTSP, disusul oleh hakim, panitera, petugas keamanan, dan petugas teknologi informasi. Di samping itu, sebanyak 11 pengadilan turut membuka ruang afirmasi bagi penyandang disabilitas untuk bekerja sebagai aparatur pengadilan.
Pengadilan yang inklusif merupakan bagian dari hak penyandang disabilitas yang harus dipenuhi. Pasal 9 huruf f Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengamanatkan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan aksesibilitas dalam proses peradilan. Mandat tersebut telah diturunkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan. Mahkamah Agung melalui Direktorat Badan Peradilan juga telah menindaklanjutinya dengan menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Ramah Penyandang Disabilitas di Pengadilan.
Hasil Pemantauan Pengadilan Inklusif Tahun 2021
Hasil Pemantauan Pengadilan Inklusif Tahun 2022