Semua orang berhak atas layanan hukum, maka dari itu kami mendorong agar pengadilan inklusi menjadi fokus program di Pengadilan Negeri Wonosari. Pernyataan itu disampaikan oleh Eman Sulaiman, Ketua PN Wonosari dalam sambutannya di pertemuan dengan Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox, di PN Wonosari, (28/02).
Diskusi yang dihadiri oleh mitra Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para pemangku kepentingan ini membahas dan mengapresiasi upaya yang sudah dilakukan PN Wonosari dalam mewujudkan pengadilan inklusif. Allaster Cox mengaku senang dengan program yang dilaksanakan AIPJ2 bersama dengan PN Wonosari dalam mewujudkan pengadilan yang merangkul kepentingan semua pihak, termasuk penyandang disabilitas.
“Saya senang sekali atas program AIPJ2 ini. Saya mendukung program-program yang memberikan layanan yang layak bagi disabilitas,” ujar Allaster.
Lebih lanjut Allester mengaku gembira karena PN Wonosari menjadi contoh pengadilan inklusi di Indonesia. Dia berharap pengadilan-pengadilan lain meniru langkah PN Wonosari. Menurutnya, jika sebuah pengadilan tidak ramah bagi satu kelompok masyarakat, berarti sistem pengadilan tersebut belum baik.
Selain itu, Allaster menekankan bahwa mindset atau perspektif disabilitas lebih penting dari sekedar membangun fasilitas yang aksesibel. Perubahan mindset ini penting untuk meningkatkan inklusifitas layanan di pengadilan.
“Pembangunan layanan fisik perlu dilakukan, tapi mindset change harus dilakukan untuk meningkatkan inklusifitas,” sambungnya.
Tri Joko, Wakil Ketua PN Wonosari, menjelaskan langkah PN Wonosari mewujudkan pengadilan inklusif merupakan cara untuk menjamin semua orang bisa mengakses dan menikmati layanan pengadilan. “Pengadilan harus memberikan keadilan bagi semua orang, jika ada satu kelompok masyarakat yang belum terlayani berarti layanan pengadilan belum maksimal,” ujarnya.
Sementara itu, dari segi managemen persidangan, hakim dan staf di PN Wonosari kini lebih memahami kebutuhan layanan disabilitas yang berhadapan dengan hukum, termasuk soal teknis persidangan demi memastikan proses yang layak dan adil bagi difabel.
Inisiatif mewujudkan pengadilan inklusif dilakukan PN Wonosari sejak tahun 2014. Dalam prosesnya pengadilan yang berada di Kabupaten Gunungkidul ini didampingi oleh SIGAB dan PUSHAM UII dan mitra LSM yang lain untuk memberikan masukan mengenai konsep, teknis hingga pelaksanaannya.
Menuju Pengadilan Inklusi

Beberapa pengadilan di Daerah Istimewa Yogyakarta kini sudah mulai proses mewujudkan pengadilan inklusif, diantaranya adalah PN Yogyakarta, PN Sleman dan PN Kulon Progo. SAPDA sendiri sejak tahun 2018 sudah mendampingi PN Yogyakarta dalam mewujudkan insfrastruktur dan layanan yang aksesibel bagi penyandang disabilitas.
Selain itu, demi mendorong terwujudnya pengadilan yang inklusif, SAPDA bersama Mappi FH UI menyusun buku panduan dalam menangani penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Buku berjudul Panduan Penanganan Perkara Penyandang Disabilitas Berhadapan dengan Hukum dalam Lingkup Pengadilan juga disinggung dalam pertemuan ini agar bisa menjadi referensi bagi penegak hukum. Buku tersebut diberikan kepada Allaster Cox oleh Direktur SAPDA, Nurul Sa’adah Andriani.
“Buku ini penting dimiliki oleh para hakim karena berisi detail penjelasan tentang disabilitas, hambatan, termasuk cara menangani perkara disabilitas,” terang Nurul.