SAPDA Lanjutkan Kerjasama dengan PN Karanganyar dalam Mewujudkan Peradilan Inklusif

Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) menindaklanjuti perjanjian kerjasama dengan Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar dalam mewujudkan pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Kesepakatannya ditandai dengan penandatanganan MoU antara Direktur SAPDA Nurul Sa’dah Andriani dengan Ketua PN Karanganyar Ayun Kristiyanto, Sabtu (23/1).

Fatum Ade dari hola Woman & Disability Crisis Center (WDCC) SAPDA menjelaskan bahwa pernandatanganan MoU tersebut membuka jalan bagi bentuk-bentuk kerjasama baru lainnya antara SAPDA dengan PN Karanganyar.

Rencana kerjasama pertama, yakni terkait penambahan sarana dan prasarana aksesibel tambahan bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Salah satu yang direncanakan adalah pembangunan guiding block di dalam ruang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), ruang sidang, ruang tunggu, dan ruang Pos Bantuan Hukum (Posbakum).

“Selain itu juga nanti akan ada peningkatan kapasitas berlanjut, baik untuk petugas layanan di PTSP, sampai hakim. Termasuk soal kerjasama PN Karanganyar dengan layanan-layanan lainnya, seperti organisasi-organisasi profesional, psikiater dan psikolog,” jelas Ade.

Rencana kerjasama yang kedua, yaitu meyosialisasikan penilaian personal yang telah diatur di dalam Surat Ketentuan (SK) Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) Mahkamah Agung (MA) tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

Ketua PN Karanganyar Ayun Kristiyanto pun mendukung rencana kerjasama ini. Menurutnya, dengan terbitnya SK Badilum tersebut, pelaksanaan penilaian personal resmi menjadi kebijakan nasional di lingkup peradilan umum di seluruh Indonesia.

Sebagai pengadilan yang pertama kali menerapkan dan menyuarakan penilaian personal ke MA, Ayun merasa Pengadilan Karanganyar perlu membantu SAPDA dalam menyosialisasikan ke pengadilan lain. “Karena awalnya dari kami, itu kami pasti dijadikan rujukan bagi pengadilan negeri lain. Jadi kami harus mempersiapkan langkah berikutnya,” terang Ayun.

Kewajiban pengadilan untuk menerapkan penilaian personal sendiri diatur dalam pasal 17 dari SK. Menurut pasal itu, tenaga PTSP wajib menyediakan formulir penilaian personal kepada penyandang disabilitas yang membutuhkan, termasuk memberikan penjelasan dan bantuan terkait pengisiannya.

Berdasarkan formulir itu, pengadilan melalui Panitera dan Sekretaris wajib memenuhi apa yang menjadi kebutuhan khusus bagi penyandang disabilitas. Jika dibutuhkan penilaian lebih lanjut, pengadilan dipersilahkan bekerjasama dengan tenaga profesional seperti dokter, psikolog, psikiater, dan pekerja sosial.

Di penghujung pertemuan, Ayun mengucapkan apresiasinya terhadap MoU yang baru saja disepakati. “Pengadilan Negeri Karanganyar siap untuk menjadi pionir dan percontohan. Kami (akan terus) MoU dengan SAPDA ke depan sehingga mampu memberikan pelayanan yang terbaik buat teman-teman penyandang disabilitas,” tutup Ayun.

PN Karanganyar adalah salah satu dari 11 pengadilan yang dipilih Mahkamah Agung (MA) dan mendapatkan pendanaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menjadi pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. SAPDA sendiri bertugas mendampingi lima pengadilan di antaranya.

Kerjasama antara SAPDA dengan PN Karanganyar telah berlangsung sejak 24 Maret 2020 lalu. Pada 21 September 2020, SAPDA sempat memberikan peningkatan kapasitas kepada pegawai PN Karanganyar -mulai dari hakim, panitera, dan pegawai PTSP- perihal etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas.

Paling terbaru, pada 13 Desember lalu, SAPDA bersama perwakilan organisasi-organisasi penyandang disabilitas di Karanganyar juga telah melakukan uji coba terhadap fasilitas khusus untuk penyandang disabilitas yang ada di PN Karanganyar.

Selain PN Karanganyar, SAPDA juga menjalin kerjasama dengan PN Yogyakarta, PN Batam, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, dan Pengadilan Agama (PA) Yogyakarta. Semua kerjasama ini terwujud berkat pendanaan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2.