Pengadilan Negeri Klaten (PN) Klaten dan PN Malang menambah daftar mitra kerjasama Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) dalam mewujudkan pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Kerjasama resmi dimulai lewat ditandatanganinya nota kesepahaman antara SAPDA dengan kedua pengadilan.
Penandatanganan nota kesepahaman sendiri berlangsung masing-masing pada Rabu (3/3) untuk PN Klaten serta pada Sabtu (6/3) untuk PN Malang. Berbagai rencana kerjasama ditawarkan SAPDA kepada PN Klaten dan PN Malang untuk diimplementasikan bersama dalam jangka waktu lima tahun ke depan.
Kerjasama yang bisa dilakukan dalam jangka waktu paling dekat berkaitan dengan sumber daya manusia. SAPDA akan memberikan peningkatan kepasitas tentang isu disabilitas, utamanya kepada jajaran pegawai yang berada di garis terdepan pelayanan seperti satpam dan petugas pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), di samping pula hakim dan panitera.
“Di sini kita akan bicara apa sih disabilitas itu? Yang dimaksud difabel itu siapa? Dan hambatannya selama ini apa? Dalam konteks berperkara bagaimana hambatan-hambatan yang dihadapi ini bisa teratasi ketika pengadilan akses? Ini akan kita lakukan,” kata Deputi Direktur SAPDA dari Woman Disability Crisis Center (WDCC) SAPDA Fatum Ade.
Selain itu, pegawai pengadilan juga akan memperoleh pelatihan tentang etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas. “Misalnya bagaimana sih agar satpam ketika ada teman tuli yang datang, dia tidak bingung. Atau cara menuntun mereka disabilitas netra. Atau misalnya mendorong kursi roda,” kata Fatum Ade.
Ada pun kerjasama dalam jangka waktu panjang akan berkaitan dengan pegadaan sarana dan prasarana aksesibel bagi penyandang disabilitas. SAPDA akan melakukan asistensi pembangunan bidang miring, guiding block, pegangan, tempat parkir disabilitas, toilet disabilitas, dan media informasi aksesibel.
Menanggapi rencana itu, PN Klaten maupun PN Malang memberikan sambutan yang baik. Ketua PN Malang Nuruli Mahdilis mengatakan bahwa kendati telah terbit panduan dari Surat Keputusan Direktorat Jendral Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum), dampingan SAPDA begitu dibutuhkan agar pengadaan sarana prasarana bisa dilakukan tepat dan benar-benar memberikan kegunaan.
Selain itu, Nuruli juga berharap peningkatan aksesibilitas di PN Malang juga dapat membuat lembaga yang dipimpinnya bisa memperoleh predikat Wilayah Birokrasi Bebas Bersih Melayani (WBBM) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Tapi tahun 2020 kami sudah memperoleh predikat WBK (Wilayah Bebas dari Korupsi). Dan juga kebetulan di tingkat Jawa Timur kami dipercayakan oleh pak KPT (Ketua Pengadilan Tinggi) untuk ikut lomba PTSP. Nah salah satunya kan tentang pelayanan terhadap saudara-saudara kita yang berkebutuhan khusus,” kata Nuruli.
Sementara Ketua PN Klaten Hera Kartiningsih berharap peningkatan kapasitas tentang isu disabilitas yang diberikan SAPDA dapat membantu petugas keamanan dan PTSP mampu memberikan pelayanan yang baik, nyaman, yang bisa diterima penyandang disabilitas. Selain itu, menurutnya petugas pos bantuan hukum (posbakum) juga penting menjadi sasaran.
“Soalnya Posbakum kan merupakan suatu kesatuan dengan pengadilan untuk membantu mereka yang membutuhkan bantuan konsultasi hukum dan rujukan. Jadi memang tidak hanya melayani mereka yang tidak berkebutuhan khusus, tetapi juga termasuk mereka yang berkebutuhan khusus,” katanya.
SAPDA sendiri diamanatkan untuk mendampingi pengadilan-pengadilan yang ditunjuk Mahkamah Agung (MA) dan memperoleh pendanaan (Kemenpan-RB) untuk menjadi pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas, di bawah pendanaan dari Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).
Di samping PN Klaten dan PN Malang, hingga kini SAPDA juga telah menjalin kerjasama dengan PN Yogyakarta, PN Karanganyar, PN Palangkaraya, PN Pati, Pegadilan Agama (PA) Yogyakarta, PA Stabat, dan Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta.