[PERS RILIS] Survei SAPDA Ungkap Minimnya Pemahaman Isu Kekerasan Seksual oleh Kalangan Orang Muda

Flyer webinar pemaknaan KS

Yogyakarta, 25 Februari 2022 – Layanan penanganan kekerasan berbasis gender dan disabilitas Rumah Cakap Bermartabat Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (RCB SAPDA) menerbitkan hasil survei Pemaknaan Orang Muda terhadap Kekerasan Seksual melalui webinar bertajuk “Orang Muda Memaknai Kekerasan Seksual: Antara Timpangnya Pengetahuan dan Dukungan, pada Jumat 25 Februari 2022.

Kegiatan ini berlangsung dengan dukungan dari Pemerintah Australia melalui program Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) yang berfokus pada upaya advokasi untuk mendorong peradilan inklusif bagi perempuan dan anak disabilitas, yang merupakan kelompok dengan kerentanan berlapis dalam berhadapan dengan hukum.

Turut hadir di dalam webinar ini yaitu perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin) Kepemudaan, Isro Ayu Permata Sari; pegiat isu anak muda Jaringan Muda Setara, Tyas Widuri; serta akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM), Ulya Niami Efrina yang memberikan tanggapan terhadap hasil survei.

Survei yang dilakukan pada November 2021 dan melibatkan 210 responden ini mengungkap bahwa orang muda memiliki sikap yang positif dalam pencegahan dan dukungan kekerasan seksual, namun tidak diimbangi dengan pengetahuan yang baik tentang bentuk-bentuk kekerasan seksual. Terdapat 42% responden yang masih belum memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual. Bahkan kekerasan seksual verbal cenderung ditolerir, yang terlihat dari 33,8% responden berpendapat “cat calling” bukan termasuk bentuk kekerasan seksual.

Kemudian, sebagian responden juga masih belum memahami sumber terjadinya kekerasan seksual. Hasil survei menunjukkan 36% responden tidak setuju kekerasan seksual dapat berasal dari orang terdekat korban seperti anggota keluarga. Sebanyak 39% responden bahkan menganggap kekerasan seksual berasal dari korban yang kurang menjaga diri, berpakaian terbuka atau beraktivitas pada larut malam.

Lebih lanjut, survei ini membuktikan bahwa perempuan disabilitas menghadapi kerentanan lebih besar menjadi korban kekerasan seksual. Mayoritas responden, dari penyandang disabilitas hingga non disabilitas cenderung membenarkan praktik-praktik kekerasan diskriminasi terhadap perempuan disabilitas.

Misalnya, mayoritas responden baik disabilitas (79,3%) maupun non disabilitas (83%) setuju bahwa perempuan disabilitas intelektual tidak diperbolehkan memiliki anak karena adanya potensi memiliki anak yang juga menyandang kondisi disabilitas. Di samping itu, 68,5% responden disabilitas dan 70,3% responden non disabilitas setuju bahwa perempuan disabilitas mental sebaiknya tidak memiliki keturunan karena tidak bisa merawat anak.

“Kekerasan seksual sering hadir dalam bentuk perampasan hak-hak perempuan disabilitas untuk dapat menentukan pilihan atas tubuh dan seksualitasnya. Perempuan disabilitas menghadapi kerentanan lebih besar karena statusnya sebagai perempuan, disabilitas dan individu yang ekonominya dimiskinkan,” kata Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani.

Namun, perihal menikahkan korban perempuan disabilitas dengan pelaku, mayoritas responden menyatakan tidak setuju (82%). “Walaupun sedikit yang memilih setuju, tetap ada bahaya yang nyata bagi perempuan disabilitas menjadi korban kekerasan seksual tanpa dukungan dari lingkungan sekitar. Menikahkan korban dengan pelaku berpotensi menimbulkan kekerasan yang berulang, serta merampas hak korban untuk memulihkan dirinya,” kata Konselor Psikologis RCB SAPDA Claudia Zulfiana Putri yang hadir sebagai pemantik.

Kendati pemaknaan isu kekerasan seksual pada orang muda masih minim, survei ini membaca bahwa sebagian besar responden peduli dengan upaya pencegahan kekerasan seksual perempuan disabilitas. Misalnya, 96,7% responden setuju bahwa lingkungan pendidikan, pekerjaan dan masyarakat perlu mengatur tentang tindak kekerasan seksual. Di samping itu, sebanyak 92% responden menyatakan bersedia memberikan dukungan sebaya bagi korban kekerasan seksual di lingkungannya.

Kekerasan seksual belum menjadi isu yang populer di kalangan kelompok orang muda. Menjadi pekerjaan bersama masyarakat, pemerintah dan penyedia layanan untuk meningkatkan literasi anak muda terkait bentuk, penyebab dan upaya pencegahan kekerasan seksual utamanya dengan korban perempuan disabilitas.

Tahun ini, SAPDA berkomitmen untuk terus meningkatkan layanan Rumah Cakap Bermartabat guna menjangkau lebih banyak perempuan dan anak disabilitas korban kekerasan. Upaya tersebut salah satunya dilakukan dengan mendorong kampanye publik bersama jaringan organisasi masyarakat sipil dan media. Bagi rekan-rekan yang berminat untuk berkontribusi di dalam kampanye ini, silahkan menghubungi SAPDA Media 081327395399.

Media kit lainnya (flyer, TOR dan materi webinar) dapat diakses di sini:    https://s.id/MediaKitWebinar25Feb

_

Informasi lebih lanjut hubungi:

  1. Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani | 08562914654
  2. Konselor Psikologi RCB SAPDA Claudia Zulfiana Putri | 082229710780

_

Tentang Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA):

SAPDA, singkatan dari Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak yang berkantor pusat di Yogyakarta dan berdiri sejak bulan Juli, 2005, merupakan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan visi untuk memperjuangkan mewujudkan perubahan, keadilan, kebebasan, kesejahteraan dan kesetaraan untuk pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, penyandang disabilitas dan anak dalam masyarakat inklusi atas dasar persamaan hak asasi manusia. Untuk informasi lebih lanjut, kunjungi: https://sapdajogja.org/

Tentang Rumah Cakap Bermartabat (RCB) SAPDA:

Rumah Cakap Bermartabat (RCB) adalah unit layanan yang berkedudukan di bawah divisi Women Disability Crisis Center (WDCC), Yayasan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA). RCB SAPDA berfokus memberikan layanan pemulihan, penanganan dan pendampingan berbasis akomodasi yang layak kepada perempuan disabilitas, perempuan yang memiliki anak disabilitas serta anak disabilitas agar mendapatkan kesetaraan dan keadilan saat berhadapan dengan hukum. RCB SAPDA menyediakan layanan antara lain pendampingan hukum, pendampingan psikologi dan pendampingan psikososial. Layana RCB SAPDA dapat diakses melalui 0813 9266 9448 (WhatsApp) atau 0274 2841999 (Telepon)

Rekaman Webinar