SIARAN PERS: Bumikan Hak Otoritas Tubuh Perempuan Disabilitas Lewat “NYALA”

SAPDA menyerahkan hasil penelitian dan policy brief kepada pemerintah daerah yang diwakili oleh Kepala Dinas P3AP2KB Edy Muhammad dan tim produksi NYALA

Setiap orang memiliki hak untuk menentukan apapun yang terjadi pada tubuh dan organ reproduksinya, bebas dari campur tangan siapapun. Namun, seringkali pemenuhan hak tersebut belum menjangkau perempuan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang terpinggirkan. Karena itu, Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak (SAPDA) meluncurkan film pendek bertajuk “NYALA” pada 28-29 Oktober 2021.

Peluncuran berbalut diskusi ini berlangsung di 5 daerah, antara lain Jember, Jawa Timur dan Aceh pada 28 Oktober 2021; Kulonprogo, Yogyakarta pada 29 Oktober 2021; serta Yogyakarta dan Palu pada 30 Oktober 2021 dengan melibatkan tim produksi dan Pemerintah Daerah. Peluncuran diselenggarakan di bawah dukungan pendanaan oleh Women Fund sebagai langkah advokasi SAPDA dalam memperjuangkan hak atas otoritas tubuh dan seksualitas bagi perempuan penyandang disabilitas.

Berpusat pada karakter utama dengan nama yang sama, film NYALA hadir untuk mewakili perempuan penyandang disabilitas di seluruh Indonesia yang kini sedang berjuang memenuhi hak atas otoritas tubuh dan seksualitasnya. Nyala sendiri adalah seorang perempuan penyandang disabilitas mantan atlit pelari yang berjuang keluar dari bayang-bayang trauma pelecehan seksual. Ketika sahabat baiknya berada di bawah ancaman pelaku yang sama, Nyala sadar bahwa ia harus kembali “berlari” untuk menyelamatkannya.

Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani menyampaikan bahwa perempuan penyandang disabilitas memiliki resiko lebih tinggi menghadapi pelanggaran hak atas otoritas tubuh dan seksualitas. “Mereka rentan menjadi penyintas kekerasan seksual; kehamilan yang tidak direncanakan; pemaksaan perkawinan dan pemakaian kontrasepsi; hingga menghadapi resiko kesehatan serius seperti penyakit menular seksual.”

Selain itu, Nurul juga menegaskan kerentanan tersebut juga tak hanya berasal dari keluarga terdekat, tetapi juga dari lingkungan luar. “Misalnya adanya stigma yang memandang mereka sebagai individu yang aseksual, atau bahkan hiperseksual; sebagai calon pasangan atau orang tua yang tidak layak karena tidak mampu bereproduksi. Perempuan penyandang disabilitas juga menjadi kelompok yang relatif banyak tak tersentuh oleh kebijakan, layanan, media informasi seputar kesehatan seksual dan reproduksi,” tambahnya.

Nurul berharap semua bentuk tindakan kekerasan seksual mendapatkan perhatian serius. “Kekerasan seksual seringkali hanya dimaknai sebagai pemerkosaan. Kekerasan seksual lain seperti yang berupa pelecehan seringkali diabaikan atau dianggap sepele sehingga tidak mendapatkan perhatian serius dalam pencegahan, penanganan dan pemulihan terhadap korban atau penyintas.”

“Mereka seringkali mengalami persoalan traumatis dan mendapatkan dampak yang sangat berarti terhadap kehidupan, penghidupan serta masa depannya. Terutama apabila kekerasan /pelecehan tersebut dilakukan oleh orang terdekat atau mempunyai relasi kuasa atas ekonomi atau sumberdaya yang lain,” lanjut Nurul.

Lebih lanjut, film NYALA juga diluncurkan sebagai tindak lanjut atas riset wawancara yang dilakukan SAPDA bersama 10 perempuan penyandang disabilitas di Yogyakarta dan Kupang untuk memetakan situasi kerentanan perempuan penyandang disabilitas terkait otoritas tubuh dan seksualitas.

Melalui riset itu, SAPDA mendapati sebagian besar responden perempuan penyandang disabilitas relatif belum memiliki otonomi dalam memaknai tubuh dan seksualitas. Mereka juga menghadapi hambatan dalam memenuhi kebutuhan seksualitas. Hambatan di antaranya datang dari diri sendiri berupa kondisi disabilitasnya; maupun dari faktor eksternal seperti kebijakan, layanan dan lingkungan sosial budaya yang belum sepenuhnya inklusif.

Di samping film “NYALA”, riset tersebut ditindaklanjuti pula dalam bentuk buku kumpulan esai dan ringkasan kebijakan (Policy Brief) yang dapat diakses melalui media terpisah. Program ini diharapkan dapat mendorong lahirnya lebih banyak kebijakan perlindungan hak otoritas tubuh dan seksualitas perempuan penyandang disabilitas.

Beberapa kebijakan yang direkomendasikan antara lain:

  1. Perlunya dukungan bagi perempuan penyandang disabilitas agar dapat menentukan pilihan atas tubuh dan seksualitasnya, baik dalam bentuk dulungan kebijakan maupun dukungan dari lingkungan sosial yang lebih inklusif.
  2. Perlu adanya peta kebutuhan dukungan bagi perempuan penyandang disabilitas untuk dapat menentukan pilihan secara mandiri atas tubuh dan seksualitasnya, serta kebutuhan perlindungan khusus.
  3. Memastikan adanya akses informasi pada perempuan disablitas akan pentingnya kesehatan reproduksi dan seksualitas
  4. Perlu melakukan pendidikan seksualitas khusus pada perempuan penyandang disabilitas sesuai dengan ragam dan kebutuhannya secara intensif
  5. Melibatkan keluarga dan orangtua dengan anak disabilitas dalam kegiatan-kegiatan pendidikan bagi disabilitas.
  6. Adanya akses informasi tentang alat kontrasepsi yang dapat diakses dan mudah dipahami oleh perempuan penyandang disabilitas.
  7. Adanya layanan yang aksesibel terkait pelayanan /konseling yang berhubungan dengan alat kontrasepsi.
  8. Adanya klinik khusus bagi keluarga dengan anak disabilitas.

________

Informasi lebih lanjut, hubungi:

  1. Aceh: 085260403638 (Elin)
  2. Jember: 082234234427 (Salman)
  3. Kulonprogo: 089649293211 (Yudi)
  4. Yogyakarta: 08111236474 (Broto)
  5. Palu: 082144706715 (Ning)

________

Laporan riset, buku esai, policy brief, poster dan siaran pers dapat diakses di sini: s.id/NYALA

________

Pofil Film “NYALA”

Penulis : Erlina Rakhmawati

Produser : M. Arif Wijayanto

Line Produksi : Y. Krismantono

Director : Rheninta Herta Riwungu

Director of Photography : Amirullah

Astada : Indra Hermawan

Talent

Nyala : Wanda Lestari Putri

Ayah : Broto Wijayanto

Ibu : Brenda Christina

Dian : Theresia Wulandari

Pelatih Lari : Tama Sadewa

Asisten Pelatih : Bagus Muhammad R

Penjual Es : Fahrudin

Atlit lari : Putriyana Yoseva, Inanda Laselly, Efa Rohmana

Crew

Camera Person : Fajar Widiyan

Asst Camera 1 : Yahya Zulfikar

Asst Camera 2 : Rivaldi Fajrul

Soundman : Nizar Miftaf

Geffer : Ramadhan Sadam

Asst Geffer : Yuda Wijaya

DIT : Gabra Mikael Arda

Ilustrasi Music : Bagus Maxasupa

Editor : Gabra Mikael Arda

Colourist : Amirullah

Art : Andri sudarwan, Fahrudin, Kristanto, Ika Yudhi Kasran, Inanda Laselly, Eda Rohmana,

Bagus Muhammad R.

Wardrope : Aditta Deamastho

Make Up : Gandez Imroatus Sholihah

Pembantu Umum : Tama Sadewa, Purtiyana yoseva C.S

Konsumsi : Jamiatut Taruniyah

Transportasi : Apis Dig