NARASI HASIL SIARAN BULAN MARET 2014

Hari : Sabtu, 1 Maret 2014

Narasumber : Presti Murni S (staff SAPDA)

Siaran pada awal Maret ini bertema prestasi dalam hidup dan kegiatan yang dilakukan oleh narasumber saat ini. Presti merupakan staff Litbang SAPDA, dan saat ini sedang menggarap program review 8 tahun SAPDA, mempersiapkan Renstra lembaga dan program lainnya. Presti merupakan seorang penyandang disabilitas netra sejak lahir. Namun dengan keterbatasan tersebut Presti tidak mudah menyerah, ia berusaha untuk mengenyam pendidikan sampai ke jenjang Perguruan Tinggi di UIN SUKA Yogyakarta. Presti yang memiliki tempat tinggal di Bantul ini sering melakukan pekerjaan rumah, ataupun bepergian dengan tanpa ditemani oleh keluarga. Presti pernah menjadi seorang guru PAI di SLB, namun karena hal tertentu Presti lalu bergabung di lembaga SAPDA. Dalam menjalani kehidupannya, Presti memiliki filosofi-filosofi yang inspiratif yang menjadikan hal terebut sebagai motivasi untuk dirinya sendiri. Salah satu contoh filosofi yang ia utarakan adalah “apabila kita ingin naik tanga, kita tidak bisa langsung menuju ke atas, tapi harus dari bawah, harus melalui proses”. Keinginan Presti dalam hidupnya adalah apabila ia menjadi seorang yang sukses suatu saat, ia akan dengan senang hati membantu penyandang disabilitas yang lain.

 

Hari : Sabtu, 15 Maret 2014

Narasumber : Yuni Dwi Kristanti (wiraswasta penjahit)

Untuk siaran di minggu kedua ini dengan tema Perjuangan Hidup menuju Kemandirian menghadirkan mbak Yuni, seorang disabilitas polio dengan kedua kakinya sejak umur 2 tahun, yang harus menggunakan kursi roda dalam menjalani hidupnya. Tidak ada orang yang menginginkan seseorang lahir dengan disabilitas, karena hidup memang tak sempurna. Mbak Yuni menjalani hidup dengan penuh rasa optimis dan berorientasi ke depan. Dengan keterbatasannya, ia mampu mengenyam studinya hingga saat ingin melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi ia dilarang oleh orang tuanya. Orang tua mb Yuni menganggap bahwa nantinya ia tidak bisa kuliah dengan kondisi tubuhnya, dan berbagai alasan lainnya. Namun setelah itu ia pun mengikuti kursus menjahit, mengikuti Jogja Design School dan mendapatkan ijazah. Setelah itu mbak Yuni mencoba untuk membuka usaha jahitan/ menjahit dan respon yang didapat oleh lingkungan sekitar adalah rasa tidak percaya apakah ia bisa melakukan hal tersebut. Namun dengan kemauan mbak Yuni yang keras dan semangat untuk membantu teman-teman disabilitas yang lain. Sampai saat ini ia masih sibuk menjalani bisnisnya tersebut dengan order jahitan yang sering membuat jam kerjanya harus bertambah. Impian utama dalam hidupnya adalah bagaimana nantinya ia dapat membantu teman-teman disabilitas yang lain dengan apa yang ia mmiliki. Motto hidupnya adalah jangan pernah menyerah, bukan karena seorang difabel maka seseorang menjadi patah semangat, hidup harus terus dijalani.