DISKUSI DENGAN POLGOV JPP UGM

Perempuan di era modern saat ini bebas berekspresi, mampu menunjukkan kompetensi, mampu bersaing, dan dapat menjadi seorang pemimpin. Dalam hal berorganisasi, perempuan pun memegang peran yang penting dan menduduki posisi yang isgnifikan, seperti menjabat sebagai seorang legislative di kursi pemerintahan. Belajar dari pemilu legislative tahun 2014 lalu, Polgov JPP UGM mengadakan diskusi dengan tema ” Meningkatkan Partisipasi dan Perwakilan Perempuan dalam Politik dan Parlemen di Indonesia” di Ruang Sidang Dekanat Lantai 2 gedung BB, Fisipol UGM, Jl. Sosio Yustisia No. 1 Bulaksumur, Yogyakarta pada hari Jumat, 22 Mei 2015.
Dengan membahas tema tersebut, ada 3 fokus utama pokok bahasan dalam diskusi :
1. Pelajaran yang bisa diambil dari Pileg (pemilihan legislative) tahun 2014
2. Pelaksanaan tugas legislative
3. Tantangan yang dihadapi perempuan dalam mencapai posisi di Parlemen
Dalam berdiskusi, difasilitasi oleh Bu Ratna, Mb Desi dari UGM dan Pak Najib, dan hasil diskusi ini akan menjadi masukan untuk meningkatkan kapasitas caleg perempuan pada periode selanjutnya. Berdasarkan pengamatan maupun sharing penglaman dari peserta diskusi, disampaikan pula data terkini terkait dengan keterlibatan perempuan di Indonesia pada pemilihan legislative yang menurun.Menurut data, kondisi riil saat ini Perempuan yang menjadi anggota legislative (A-leg) di DPR Nasional tahun 2009 – 2015 menurun dari 103 (18%) turun menjadi 97 orang (14%), berbanding terbalik dengan kuota yang diperjuangkan 30% untuk Caleg perempuan.

Tema yang dibahas meliputi pemetaan pengalaman, pelajaran, tantangan dari caleg perempuan yang terhimpun sebagai berikut :
• Caleg (calon legislative) perempuan walaupun kapasitasnya itu bagus belum tentu mendapat nomor yang terpilih. Perempuan masih jarang yang merupakan tokoh masyarakat. Sepertinya perlu adanya pembekalan/edukasi tentang Peta Politik bagi caleg perempuan.
• Pendidikan politik biasa dilakukan pada caleg dan bukan pada pemilih, banyak pemilih yang tidak paham menilai kapasitas caleg perempuan, tidak kenal mereka, atau bahkan nama caleg perempuan tidak ada di dapil dalam wilayahnya, seperti caleg dapil Bantul, namun berasal dari dapil Kulon Progo tentu saja ini membuat pemilihnya tidak mengenal.
• Caleg perempuan dari satu partai politik, masyarakat akan memiliki penilaian sendiri, ada rasa fanatik terhadap partai tertentu dan tidak melihat orang serta kapasitasnya.
• Sanksi UU yang dilanggar pada saat perekrutan caleg tidak dilaksanakan, mekanisme pemilihan caleg dalam partai politik yang kurang jelas.
• Persaingan yang dilakukan di internal partai sendiri selain antar partai, juga adanya Money politik
• Modal Caleg era saat ini meliputi : Punya basis, Ekonomi/Modal, dukungan orang sekitar yang sudah dikenal masyarakat, kampanye media. Perlu bagi caleg perempuan meningkatkan Publik Speaking.
• Mendorong perempuan juga aktif /masuk dalam Kepengurusan Partai bukan hanya anggota.
• Caleg perempuan masih ada Patriarki yang kuat (masih punya tanggungan mengawasi anak sekolah, harus ijin suami, dll), saat kampanye/sosialisasi di masyarakat kalau caleg perempuan sering ada pertanyaan “ Kalau aktif di politik siapa yang mengurus rumah dan keluarga “.
Selain dari diskusi dengan Polgov ada juga diskusi dengan teman-teman JPY (Jaringan Perempuan Yogyakarta) dan PIA (Perempuan Indonesia Anti Korupsi) dalam kegiatan mengakses “ Dana Keistimewaan “, ada agenda memasukkan isu “ Pentingnya Perempuan masuk dalam anggota Parlemen “. Mengenai waktu diskusi akan diinformasikan selanjutnya lewat JPY dan PIA.