Dalam berjejaring, sebuah lembaga/organisasi pastinya mendapatkan manfaat dan transfer skills dari lembaga lain. Seperti halnya SAPDA yang mengikuti acara simulasi bencana SIMULASI TANGGAP BENCANA OXFAM, MITRA DAN JEJARING (SimOMJ) pada tanggal 8-12 Juni 2015. Acara ini berlokasi di Hutan Penelitian belakang Kampus IPB Dremaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor, Jawa Barat. Yang mewakili SAPDA dalam acara ini adalah Koordinator WDCC Sri Lestari dan Staff Media Imam Sibaweh. Selain SAPDA, acara diikuti oleh peserta dari berbagai mitra lain dan jejaring OXFAM, seperti :
Staff jejaring OXFAM: ECB, HPA (Humanitarian Partnership Agreement), UNOCHA
Staff mitra Oxfam: terdiri atas tim teknis WASH, EFSVL, dan gender dari 12 lembaga mitra OXFAM: KKSP, PKPA, Totalitas, PKBI, YLI, Aksara, SAPDA, Layak Bengkulu, Senkom, SUAR, KPI, CIS Timor, PMI (total antara 24 s.d 36 orang)
Staff Jejaring dari lembaga Pemerintah : BPBD DKI Jakarta, Klaster Nasional untuk sector kesehatan, logistik, serta perlindungan dan pengungsian, dan Forum PRB DKI Jakarta.
Dengan hadirnya peserta simulasi dari berbagai lembaga dan isu yang berbeda, acara ini bertujuan untuk :
Mempraktekan secara teknis hasil-hasil kegiatan simulasi pada 17-18 February lalu dengan cara melaksanakan point-point yang terdapat dalam dokumen Joint Oxfam Response Strategy (JORS)
Meningkatkan kepekaan dan kesigapan tim tanggap darurat Oxfam dan mitra dalam melakukan kegiatan penyelamatan dan/atau pengurangan penderitaan korban dampak bencana.
Menguji keterampilan tim teknis Oxfam dan mitra dalam hal kaji cepat dengan handphone, penyediaan air bersih dengan alat penjernih air, penyediaan latrine darurat, pemberian bantuan melalui e-money, dan lainnya sesuai dengan standard teknis SPHERE;
Menguji kepekaan dan sikap perilaku tim tanggap darurat Oxfam dan mitra dalam mengintegrasikan people center approach (gender, child protection, gender based violence prevention, disabilityinclusiveness, accountability, participation) dalam setiap kegiatan tanggap darurat yang dilakukan
Kegiatan ini berlangsung selama 5 hari dengan beragam aktifitas. Di hari pertama, setelah sampai di lokasi kegiatan (dekat Situ Gede, hutan penelitian IPB) peserta diberi kesempatan untuk melakukan orientasi tempat dan Breifing awal kegiatan yang akan dilakukan. Sesuai kelompok yang sudah dibagi sebelumnya, tiap peserta melakukan tugas masing-masing sesuai isu. Bebrapa peserta mempersiapkan tenda untuk tempat tinggal, ada yang mengolah air dari Situ Gede menjadi air bersih siap untuk diminum dan MCK, dan sebagian lain sudah melakukan koordinasi-koordinasi dengan pihak terkait dalam tanggap darurat bencana. Untuk team yang akan terjun ke masyarakat terdampak (korban bencana) hari selanjutnya, team diberi pelatihan singkat mengenai penggunaan Aplikasi Epicollect+, yaitu pendataan cepat dengan menggunakan media HP dan Tablet dengan pembekalan situasi lapangan. Hari pertama merupakan pengalaman pertama menggunakan kamar mandi aksesibel dan Inklusi yang sudah dibuat oleh team WASH, dalam proses pembuatan MCK Aksesible. Dari tim SAPDA memberi masukan dalam desain bangunan, akses jalan ke MCK dan perlengkapan (bentuk kloset), walaupun dalam praktek menggunakan Commode-chair (Kursi toilet).
Di hari kedua, untuk simulasi bencana ada 50 KK berperan sebagai masyarakat penyintas mewakili 2 kabupaten, Asesment / pendataan menggunakan Aplikasi Epicollect+. Pendataan ini meliputi data anggota dan kebutuhan urgent tiap KK agar segera bisa diberikan. Hasil pendataan langsung dikirim beserta foto responden agar dapat dicetak guna melengkapi kartu untuk pengambilan bantuan.
Sebagian besar responden sangat kental dengan bahasa daerah, yaitu bahasa Sunda yang digunakan sehari-hari. Dalam hal ini menguji ketrampilan dan kreatifitas para pencari data untuk menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami untuk mengajukan sebanyak 77 pertanyaan. Selain kesibukan pendataan korban bencana, peserta juga diasah kemampuan mencari warung yang bersedia diajak kerjasama. Kerjasama ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan bantuan sembako masyarakat dan makan semua peserta Simulasi selama kegiatan dengan system pembayaran EDC, menggunakan kartu Brizzi dari bank BRI. Hasilnya mendapat 2 warung masakan Padang dan 1 warung nasi untuk kebutuhan makan, sedangkan untuk kebutuhan lain ada 1 warung kelontong.
Malam hari semua peserta menganalisa hasil assessment yang sudah dilakukan, dan memetakan kebutuhan dan kegiatan yang harus dilakukan untuk membantu mereka sesuai kelompok isu Gender (Laki, perempuan, lansia, balita, disabilitas) dan WASH untuk kebutuhan air bersih dan PHBS. Selain itu mendiskusikan hasil temuan dilapangan yang tidak ada di point-point pertanyaan dan merupakan kondisi Riil di masyarakat diluar konteks Simulasi.
Di hari ketiga, kegiatan yang dilakukan adalah membagikan kartu kepada KK yang sudah didata dan paket Jaminan Hidup dari Dinas Sosial kabupaten setempat. Selain membagi kartu Bantuan, kegiatan lainnya adalah menempel Leaflet dirumah-rumah penduduk, memberi penyuluhan dan kampanye mengenai PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) karena masyarakat sekitar danau banyak membuang sampah sehingga membuat pencemaran di danau (Situ Gede). Sedangkan team yang bertugas melayani pencairan bantuan dengan kartu Brizzi mendapat pelatihan dan pembekalan dari pihak BRI di camp. Setelah selesai pembagian kartu dan kampanye, team yang sudah ditunjuk melanjutkan pengawalan dan pemantauan saat pencairan bantuan agar tidak terjadi keributan. Hal ini sekaligus dapat menilai apakah efektif atau tidak bantuan yang diberikan dengan memakai Kartu (bukan langsung barang).
Di hari ke empat setelah koordinasi team, kegiatan dilanjutkan evaluasi berdasar Simulasi yang sudah dilakukan selama 3 hari. Yang di-evaluasi meliputi :
Ceklist bantuan yang sudah diterima masyarakat /penyintas sudah merata atau belum
Metode pemberian bantuan sudah sesuai atau tidak dengan kondisi masyarakat penyintas
Penggunaan e-money dengan kartu Brizzi apakah ada hambatan, kendala dan manfaat bagi penerima bantuan (korban bencana)
Proses pembagian kartu dan pencairan bantuan apakah hambatan dan bagaimana mengatasi
Metode komunikasi dan koordinasi antar team yang dilapangan dan pengambil kebijakan di camp, penyediaan air bersih, pembuatan MCK di barak-barak pengungsi dan ketersediaan barang kebutuhan penyintas dan relawan dari team Logistik
Klarifikasi temuan team fasilitator dalam kesiapan dalam situasi tanggap darurat.
EFSVL (Emergency Food Security Vulnerability and Livelihood) team yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan pokok pemulihan pasar di situasi bencana.
PDM (Post Distribution Monitoring) Mengawal dan monitoring pemberian bantuan
WASH (Water Sanitation and Hygiene) team pengolahan dan menyediakan air bersih bagi masyarakat di camp dan penduduk di wilayah bencana.
Praktek menggunakan Mesin EDC (Electronik Data Capturing) untuk membaca transaksi e-money, menggesek kartu Brizzi.
Metode Inject (infomasi cepat) melalui WA hanya digunakan saat kegiatan Simulasi.
PHP (Public Health Promotion) Kampanye, Sosialisasi dengan Poster dan PHE (Publich Health Engineer) Merancang lingkungan masyarakat sehat.
Isu Gender dan Disabilitas
Malam hari diadakan malam keakraban untuk saling mengeluarkan uneg-uneg dan kesan serta saran selama mengikuti Simulasi di Situ Gede. Semua peserta dan panitia yang selama ini tidak pernah kontak langsung (sebagai pengawas dan pemantau) ikut dalam kegiatan dan perkenalan, mengenalkan isu dari masing-masing lembaga peserta Simulasi.
Di hari kelima, kegiatan diawali evaluasi keseluruhan kegiatan berdasarkan kenyataan, bukan Simulasi untuk memberi masukan pada kegiatan berikutnya. Setelah itu semua peserta berangkat meninggalkan lokasi menuju hotel transit untuk persiapan pulang ke daerah masing-masing.
Dalam mengikuti kegiatan diatas, ada beberapa kendala dan juga tantangan yang dihadapi, seperti :
Mobilitas terbatas, jauh apabila kemana-mana dan beli makanan difasilitasi mobil untuk pergi-pergi
Karena lokasi kegiatan di hutan, maka jalan licin, banyak lumut, banyak lobang dan tergenang air.
Tantangan :
Hotel transit saat kedatangan dan kepulangan dari tiap lantai (kamar) tidak ada lift, sehingga harus melewati tangga. Ini tidak mudah bagi Tari dan Imam dalam aksesibilitas menuju kamar yang sudah disiapkan, mengingat perwakilan dari Sapda adalah penyandang disabilitas (daksa dan paraplagia). Tantangan tempat menginap adalah hampir seluruh bangunan serba tangga untuk mengakses kemanapun (kamar, lobby, restaurant)
Memakai WC Inklusi dan aksesibilitas yang minimalis dan air bau kaporit menyengat, dengan kloset Comechair
Survivor dalam mencari makan siang dan makan malam menggunakan kartu Brizzi yang digesek, dan peserta tidak diperkenankan membawa uang cash.
Isu Disabilitas masih sedikit diketahui atau dipahami oleh team dan peserta Simulasi, dan perlu dipertajam dalam tanggap darurat bencana yang Riil, khususnya untuk pemenuhan kebutuhan dalam situasi bencana.
Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan masing-masing peserta dapat meng aplikasikan ilmu yang berharga ini ke dalam organisasi maupun ke lingkungan sekitar. Karena apabila Dapat diwijudkan dari kesadaran sendiri, hal itu akan menumbuhkan kesadaran-kesadaran bagi masyarakat untuk dapat membantu sesama yang dilanda bencana. Kegiatan ini juga sangat bermanfaat, crosscutting isu yang ada juga merupakan ilmu yang dapat di transfer kepada teman-teman di organisasi masing-masing.