Formapi Universitas Brawijaya Belajar Gender dan Inklusi Sosial di SAPDA

Foto bareng peserta

Yogyakarta- Sebanyak 30 Mahasiswa Universitas Barawijaya (UB), Malang, yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Inklusi (Formapi) melakukan visiting study di kantor SAPDA pada Sabtu (26/10). Mereka terdiri dari mahasiswa difabel dan mahasiswa non-difabel untuk belajar tentang gender dan inklusi sosial.

“Disabilitas bukanlah sebuah terma atau pengertian. Tetapi ia adalah konstruksi personal” kata Sholih Muhdlor, narasumber dari SAPDA dalam pemaparannya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa keterbatasan yang kita miliki, ketika berhadapan dengan lingkungan apakah ada hambatan atau tidak. “Ketika hambatan itu tidak ada, maka disabilitas itu tidak ada”, terang penyandang low vision ini.

Mukhanif Yasin Yusuf, salah satu staff SAPDA menegaskan bahwa dalam menyikapi isu difabel harus dari dua arah, yakni difabel dan non-difabel. Hal ini agar nantinya bisa terjadi simbiosis dalam mewujudkan kultur inklusi sosial.

Sementara itu, Imam Subaweh, seorang penyandang difabel daksa menegaskan tentang tantangan dalam kehidupannya sebagai difabel adalah terkait dengan stigma. Salah satunya adalah stigma pernikahan yang selama ini menganggap penyandang disabilitas tidak bisa memiliki keturunan.

“Meskipun pada kenyataannya saya memiliki isteri dan dua orang anak”, pungkasnya.

Sesi terakhir berupa praktik pemetaan potensi dan inklusi sosial dengan fasilitator Ayatullah Rahullah Khomaeni yang juga menjabat sebagai manajer program SAPDA.

“Dengan acara ini semoga teman-teman dapat mengaplikasikan ilmunya di kampus dan masyarakat” harap Wikan, Ketua Formapi dalam sambutannya.