Kader Inklusi Diharapkan Jangkau Lebih Banyak Anak Disabilitas

Puluhan kader inklusi dari Kota Yogyakarta menjalani pelatihan isu anak penyandang disabilitas yang diselenggarakan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA), Selasa (16/3). Para kader pun diharapkan mampu mengotimalkan penjangkauan demi tersedianya data kebutuhan khusus anak disabilitas secara merata di semua daerah.

“Bagaimana mendukung para orang tua, tetapi data-data anak disabilitas sendiri beserta kebutuhannya itu belum terpegang oleh pemerintah kota secara detail? Memang sudah ada data tapi bisa jadi memang belum sampai ke kebutuhan khususnya,” kata Direktur SAPDA Nurul Sa’dah Andriani kepada para kader saat memfasilitasi pelatihan.

Menurut Nurul, segala kebutuhan khusus anak penyandang disabilitas mulai dari penanganan kekerasan hingga pendidikan inklusi bisa dipenuhi oleh pemerintah kota apabila didukung oleh pendataan yang baik dari tingkat kelurahan dan kecamatan.

“Pendataan harus di lakukan untuk semua, termasuk anak-anak penyandang disabilitas. Nah, menurut saya fungsi kader ini salah satunya adalah mendata atau mengkonfirmasi data. Data anak yang miskin dan yang tidak miskin harus terdata,” jelas Nurul.

Senada dengan Nurul, Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA), Elvi Hendrani menilai bahwa para kader bisa menjadi gerakan akar rumput untuk mendukung pendataan yang dilakukan pemerintah daerah.

“Terkait dengan pendataan (anak penyandang disabilitas) tidak harus tergantung pada pemerintah. Kumpulkan data dari bawah, ke penggerak kelurahan, kecamatan, kota, maka Jogja akan mempunyai data yang lebih valid,” jelas Elvi.

Menurut Elvi, pendataan akan mempermudah pula anak penyandang disabilitas dalam mengakses hak-haknya. Selain itu, adanya data juga bisa membantu perumusan dan implementasi kebijakan di daerah. “Para kader yang hadir di sini bisa mendorong arah kebijakan yang benar, karena mereka yang tahu persis dilapangan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta Edy Muhammad mengungkapkan betapa padatnya populasi penyandang disabilitas di  Kota Yogyakarta, terutama di empat kemantren pilot dimana para kader inklusi nantinya akan menjalankan tugas.

“Di Keraton ada 223 penyandang disabilitas. Di Kotagede ada 277 penyandang disabilitas. Di Wirobrajan ada 300 penyandang disabilita. Di Jetis ada 323 penyandang disabilitas. Kemudian di peta sebarannya menggambarkan (populasi) penyandang disabilitas yang padat yaitu di sekitar daerah Jetis, Gedong Tengen, dan Mengangsan,” ungkap Edy.

Edy mengatakan, berbagai kebijakan intervensi telah dilakukan oleh pemerintah Kota Yogyakarta terhadap penyandang disabilitas. Harapannya, seluruh kemantren dan kecamatan di Kota Yogyakarta menjadi inklusi pada tahun 2022, sebagaimana yang tercantum di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Intervensinya ada pelatihan bagi keluarga penyandang disabilitas, pemberian bantuan modal bagi penyandang disabilitas, pembinaan dan motivasi bagi keluarga penyandang disabilitas. Juga ada bantuan hidup bagi penyandang disabilitas berat berat, bantuan alat bantu disabilitas, dan sebagainya,” jelas Edy.

Suarakan Perlindungan

Di samping penjangkauan dan pendataan, kader-kader inklusi yang dilibatkan di dalam pelatihan ini juga punya peran penting dalam menyosialisasikan perlindungan terhadap anak penyandang disabilitas di Kota Yogyakarta. Sosialisasi pun diharapkan menggandeng langsung keluarga dengan anggota anak penyandang disabilitas di masing-masing wilayah.

“Karena tentu saja banyak sekali orang tua dari anak disabilitas yang kebingungan. Mereka begitu punya anak disabilitas tidak tahu mau diapakan, apakah punya masa depan atau tidak. Mereka bingung mau bergabung dengan siapa, didampingi oleh siapa. Kalau mereka punya kesulitan, tidak tahu harus mengadu kepada siapa,” timpa kembali Nurul.

Di samping itu, Elvi Hendrani dari KPPA mengingatkan bahwa, dengan pengetahuan yang tinggi terkait kondisi lapangan, para kader memiliki posisi strategis dalam menyuarakan perlindungan anak penyandang disabilitas melalui pertemuan penting seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

“Para kader ini menjadi salah satu potensi dalam proses penyadaran di masyarakat, yang nanti bekerjasama dengan PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), kemudian juga satuan pendidikan, atau juga bisa kerjasama dengan dinas PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak),” kata Elvi.

Pelatihan isu anak penyandang disabilitas ini sendiri diselenggarakan oleh hola Gender Equality, Disability & Social Inclusion (GEDSI) SAPDA di bawah pendanaan dari Disability Rights Fund (DRF). Para kader inklusi yang dilibatkan tersebar dari empat kemantren, antara lain Jetis, Kotagede, Wirobrajan, dan Keraton.