Hari Buruh, Momen untuk Merefleksikan Kembali Partisipasi Pekerja Disabilitas

Ilustrasi Perempuan Disabilitas sedang Bekerja Menggunakan Gawai Laptop

Oleh: Rahardyan Harveyoga

Pada awal Maret 2023, konser girlband asal Korea Selatan ‘Blackpink’ mendapat sorotan perhatian publik setelah melibatkan penyandang disabilitas dalam kepanitiaan penyelenggaraaan konser. Para penyandang disabilitas mengambil peran sebagai promotor yang memberikan informasi dan arahan kepada penonton. Pada kiriman yang beredar di media sosial, tampak para penyandang disabillitas bertugas menggunakan alat bantu kursi roda. Mereka ditempatkan di pintu utama dan juga venue pertama.

Indonesia sendiri merupakan negara penyumbang penikmat musik K-Pop terbanyak kedua setelah Korea Selatan itu sendiri. Pada tahun 2019, Twitter mengumumkan Indonesia sebagai negara terbanyak ketiga yang aktif berbagi kiriman seputar K-Pop (Won So, 2020). Dengan popularitas K-Pop yang kian melambung di tanah air, tidak heran IMe yang merupakan event organizer konser Blackpink memanfaatkannya untuk mengkampanyekan isu inklusi. Tak hayal, apa yang dilakukan IMe memancing banyak apresiasi dari pecinta K-Pop dalam negeri.

Strategi yang sama juga pernah dilakukan oleh musisi lokal Yura Yunita. Yura mempekerjakan teman-teman penyandang disabilitas Tuli untuk menjadi juru bahasa isyarat dalam gelaran konsernya tahun lalu. Hal ini tentunya tak hanya memberikan akses bagi penggemar dengan hambatan pendengaran, tetapi sekaligus memberikan ruang partisipasi yang bermakna bagi penyandang disabilitas.

Keterlibatan penyandang disabilitas dalam penyelenggaraan kegiatan komersial seperti konser musik sebagaimana cerita di atas menjadi pertanda baik yang bisa dirayakan diapresiasi. Industri budaya populer sudah sepatutnya mulai membuka ruang pemberdayaan bagi masyarakat yang menyandang kondisi disabilitas. Hal ini bukan hanya penting untuk menghimpun apresiasi positif, tetapi juga sebagai implementasi atas mandat peraturan perundang-undangan.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas telah mengatur bahwa penyandang disabilitas harus memiliki kesempatan yang sama dalam dunia kerja. Pasal 11 menyebutkan penyandang disabilitas berhak memperoleh pekerjaan, mendapatkan upah yang setara dengan pekerja tanpa disabilitas, memperoleh akomodasi yang layak dalam pekerjaan, dan bebas dari pemberhentian pekerjaan karena kedisabilitasan.

Selain itu, pekerja penyandang disabilitas juga berhak atas program kembali bekerja, penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat; memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier, termasuk menjalankan usaha secara mandiri. Pasal 53 dari undang-undang disabilitas juga mewajibkan penyediaan kuota pekerja penyandang disabilitas sebesar paling sedikit 1% untuk perusahaan swasta dan paling sedikit 2% untuk perusahaan milik pemerintah.

Namun, kendati institusi pemberi kerja telah menjamin penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama dalam bekerja, tak dapat dipungkiri masih banyak penyandang disabilitas yang mendapatkan diskriminasi dalam dunia kerja. Kabar yang mengemuka baru-baru ini, influencer disabilitas Arrohma Sukma dibatalkan kelulusannya dalam seleksi lowongan pekerjaan setelah perusahaan tempatnya melamar mengetahui kakinya harus diamputasi. Tahun lalu, trending di media sosial cerita tentang Tonanda Putra, penyandang disabilitas Tuli yang ditolak dalam proses wawancara kerja di perusahaan ojek daring.

Diskriminasi semacam itu jamak terjadi karena penyandang disabilitas masih dianggap sebagai beban di masyarakat yang tidak bisa melakukan pekerjaan secara mandiri. Situasi ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyandang disabilitas yang harus beradaptasi ekstra ketika bekerja di perusahaan. Padahal sebagaimana masyarakat pada umumnya, penyandang disabilitas membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta meningkatkan keterampilan sosial (Purinami. dkk, 2018).

Mari menjadikan hari buruh tahun ini sebagai momen untuk merefleksikan kembali keadilan bagi pekerja penyandang disabilitas. Pemerintah pusat dan daerah serta badan swasta harus lebih banyak memberikan peluang bagi penyandang disabilitas untuk mengambil peran dalam kerja-kerja profesional. Apa yang dilakukan oleh penyelenggara konser Blackpink dan Yura Yunita dapat menjadi referensi tentang bagaimana membuka ruang keterlibatan bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja, terutama terkait dengan industri budaya.

Juga menjadi tak kalah penting, upaya ini perlu diiringi dengan mengarusutamaan isu disabilitas bagi pekerja swasta dan aparatur pemerintah. Pemberi kerja juga perlu memastikan lingkungan kerja yang bebas dari intiminasi dan kekerasan terhadap penyandang disabilitas serta menjamin penyediaan sarana prasarana dan kebijakan yang memudahkan penyandang disabilitas untuk berpartisipasi secara bermakna dalam lingkungan kerja.  

__________

Profil penulis: Rahardyan Harveyoga adalah mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta yang melakukan kerja magang di SAPDA.

Editor: Mario Baskoro.