[RILIS MEDIA & GRAPHIC RECORD] Sistem Rujukan yang Efektif akan Melindungi Perempuan dan Anak Disabilitas di Hadapan Hukum

Kewajiban APH dalam Memenuhi Akomodasi Khusus bagi Penyandang Disabilitas

Pada hari Rabu, 11 November 2020 Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel (SIGAB) bersama dengan Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) didukung oleh Australia Indonesia Partnership of Justice 2 (AIPJ2) mengadakan diskusi bertajuk Mekanisme Sistem Rujukan untuk Perempuan dan Anak Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian Temu Inklusi #4, sebuah kegiatan dua tahunan yang diinisiasi oleh SIGAB untuk mempertemukan pegiat difabel dari seluruh wilayah di Indonesia, yang tahun ini dilakukan secara daring sejak September hingga Desember 2020.

Proses penyelesaian hukum dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas seringkali hanya berhenti sampai pemenjaraan pelaku. Sebaliknya, hak para korban untuk mendapatkan akomodasi yang baik dalam proses peradilan sering terabaikan. Belum lagi kebutuhan mereka untuk didampingi selama proses pemulihan psikis, mental dan intelektual, termasuk kelanjutan pendidikannya. Kebutuhan tersebut tidak sejalan dengan lemahnya sistem rujukan dan sinergi antar lembaga dalam penanganan dan pemulihan kekerasan terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Padahal perlindungan bagi kelompok difabel telah dijamin di dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang selanjutnya telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak Bagi Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.

Diskusi ini bertujuan untuk membangun pemahaman bersama mengenai sistem rujukan efektif yang dibutuhkan perempuan dan anak penyandang disabilitas dalam proses peradilan, juga untuk mengidentifikasi kebutuhan serta merumuskan mekanisme sistem rujukan bagi perempuan dan anak penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Catatan Akhir Tahun (Catahu) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2020 menyebutkan sepanjang 2019 terjadi peningkatan kasus sebanyakl 43% yang didominasi oleh kekerasan seksual.

Diskusi diawali cerita kesaksian dan pengalaman dari Siti Saadah dari Pertuni DIY dan Dwi Rahayu Februarti dari Gerkatin Sleman, yang selama ini sering mendampingi difabel yang mengalami kekerasan seksual. Mereka emberi gambaran betapa rentannya difabel mengalami kekerasan seksual, serta berbagai tantangan mendampingi difabel berhadapan dengan hukum. “Ada kebutuhan kritikal untuk melakukan asesmen pada awal proses layanan pendampingan.”   

Diskusi dilanjtukan dengan pemaparan Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani mengenai kerentanan berlipat ganda dalam siklus kehidupan perempuan disabilitas, termasuk diskriminasi yang kerap terjadi dalam proses peradilan. “Untuk itulah Penilaian Personal sangat penting untuk menilai ragam, tingkat, hambatan, dan kebutuhan penyandang disabilitas baik secara medis maupun psikis agar lembaga peradilan mampu menyelenggarakan akomodasi sesuai dengan hambatan yang dimiliki penyandang disabilitas,” paparnya.  Ibu Kanya Eka Santi selaku Direktur Rehabilitasi Sosial  Anak Kemensos RI  selanjutnya memaparkan upaya Kementerian Sosial untuk membangun sistem perlindungan bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum.

Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Situasi Darurat dan Kondisi Khusus dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Nyimas Aliah mengungkapkan tantangan dan peluang dalam menyediakan perlindungan khusus bagi perempuan dan anak dengan disabilitas yang mengalami kekerasan. Sementara itu Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania DF Iskandar menceritakan kekhususan perlindungan saksi dan korban perempuan dan anak dengan disabilitas yang mengalami kekerasan, serta Kanit PPA Bareskrim Polri  Kompol Ema Rahmawati memaparkan tantangan dan peluang dalam perlindungan dan penegakan hukum bagi perempuan dan anak penyandang disabilitas dalam proses penyelidikan dan penyidikan.

Turut hadir dalam diskusi sejumlah penanggap, yaitu Direktur Sinergitas kebijakan dan Regulasi yang diwakili oleh Reza Faraby, SH, LLM, Direktur Pertahanan dan Keamanan Bappenas  diwakili oleh Ibu Asri Kusuma Mayasari , SIP, MA dan Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Bappenas Maliki, ST, MSIE, Ph.D

Dari diskusi ini diharapkan tercipta sebuah mekanisme sistem rujukan yang dikelola secara strategis, merata, proaktif, dan koordinatif yang memastikan adanya layanan perlindungan bagi perempuan dan anak penyandang disabilitas secara komprehensif. Diskusi juga diharapkan dapat membangun sinergi antara seluruh pemangku kepentingan, baik dari lembaga pemerintah maupun kelompok masyarakat sipil.

Narahubung:

Fatum Ade, 082226647301, gedsi1@sapda.org

Pembaca yang baik, anda juga bisa melihat rangkuman hasil diskusi dalam bentuk graphic record yang dapat diakses melalui tautan berikut: Graphic Record – Mekanisme Sistem Rujukan untuk Perempuan dan Anak Penyandang Disabilitas yang Berhadapan dengan Hukum.pdf