[RILIS MEDIA] Penyandang Disabilitas Menagih Janji: Reaksi Implementasi UU No 8 Tahun 2016 di Hari Disabilitas Internasional 2020

Berkaitan dengan hari disabilitas internasional yang jatuh pada tanggal 3 Desember 2020 dan pernyataan Presiden Joko Widodo terhadap kebijakan penyandang disabilitas dan implementasi UU no 8 tahun 2016 di Indonesia. Maka dengan ini kami Jaringan Pegiat Disabilitas Nusantara menyatakan bahwa:

1. Pemerintah sangat lamban dalam menerapkan dan mengimplementasikan UU no 8 tahun 2016. Hal ini tercermin dari:

– Lambatnya pembuatan Peraturan Pemerintah (PP) yang semestinya (dengan acuan UU no 8 tahun 2016) harus selesai dibuat di bulan April 2018, namun baru dibuat tahun 2020, dan itupun hanya 6 PP dari 8 PP yang harus dibuat. 

– Mengacu pada UU no 8 tahun 2016, bahwasanya Komnas Disabilitas seharusnya sudah terbentuk di bulan April 2019, akan tetapi hingga kini belum terbentuk.  

2. PP yang terbentuk tidak berhasil mengubah sistem terutama dalam cara pandang yang diamanatkan oleh UU no 8 tahun 2016. Dan pembentukan PP yang ada itu diinisiasi oleh DPO (Disabled People Organisation), akan tetapi proses harmonisasi berubah, karena DPO tak dilibatkan dalam proses hingga akhir. Pembentukan PP dalam tahap harmonisasi kerapkali mengubah substansi yang menjadi point penting oleh penyandang disabilitas, karena tidak adanya keterlibatan penyandang disabilitas dalam finalisasi PP. 

3. Minimnya partisipasi difabel dalam berbagai kebijakan, sebagai contoh adalah: Asian Para-Games, yang mengusung ide inspiration-porn. Ini terjadi karena penyandang disabilitas hampir tidak dilibatkan. Minimnya keterlibatan penyandang disabilitas juga dalam proses pembuatan RAN (Rencana Aksi Nasional) dan RAD (Rencana Aksi Daerah) Disabilitas, yang oleh presiden Joko Widodo sedang dalam proses. Minimnya partisipasi penyandang disabilitas dikarenakan masih minim aksesibilitas dan bahkan tidak diumumkan atau dibatasi. Adapun ruang partisipasi yang dibuka hanya di sebagian kecil proses secara keseluruhan. 

4. Minimnya transparansi publik dan akuntabilitas publik. contoh: website, dokumen, dan materi.  Banyak materi, dokumen negara, dan fasilitas publik yang dimiliki negara tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Nilai rata-rata aksesibilitas website lembaga-lembaga negara hanya 70, di bawah standar aksesibilitas untuk penyandang disabilitas, terutama gambar tanpa teks alternatif dan audio tanpa transkrip atau caption.

5. Tidak mengharmoniskan Peraturan-peraturan yang ada dengan UU no 8 tahun 2016 contoh: UU Cipta Kerja 2020 yang menggunakan kata cacat untuk menyebut penyandang disabilitas dan membolehkan seorang pekerja yang menjadi disabilitas untuk di-PHK. 

6. Belum adanya harmonisasi nomenklatur penganggaran yang berkaitan dengan kebutuhan penyandang disabilitas contoh: SBM kementerian keuangan, standar pengadaan barang dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan penyandang disabilitas seperti: Penerjemah Bahasa Isyarat, pendamping, dan lainya belum menjadi item yang ada dalam standar biaya masukan dan juga standard pengadaan barang. Ini mengakibatkan berbagai instansi kesulitan memberikan anggaran pada kebutuhan-kebutuhan penyandang disabilitas. 

7. Belum ada roadmap pemenuhan target  2% (untuk instansi pemerintah) dan 1% (untuk instansi swasta) dalam merekrut penyandang disabilitas. Bahkan dalam UU Cipta Kerja 2020 mengatakan sebagaimana pasal 154A, pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan mengakibatkan disabilitas dapat diberhentikan setidaknya dalam masa 12 bulan.  

8. Minimnya fasilitasi/dukungan dari pemerintah untuk penyandang disabilitas dalam dunia pendidikan, seperti:

– Beasiswa bagi Penyandang Disabilitas

– Hanya 15 perguruan tinggi yang mempunyai Unit Layanan Disabilitas dari 4000 lebih PT

– Minimnya Guru Pendamping Khusus, dst. 

Maka dengan ini, kami Jaringan Pegiat Disabilitas Nusantara menagihJanji kepada pemerintah untuk mengimplementasikan UU no 8 tahun 2016. 

Narahubung: 

  1. Slamet Thohari: 0821222-22686
  2. Nurul Sa’adah: +62 856-2914-654

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

  1. Slamet Thohari, AIDRAN
  2. Nurul Sa’adah A, SAPDA Yogyakarta
  3. Yeni Rosa Damayanti, PJS Jakarta
  4. Fajri Nursyamsi, PSHK
  5. Juni Yulianto, SIGAB
  6. Dina Afrianty, AIDRAN
  7. Suharto, SIGAB. 
  8. Ishak Salim, Perdik
  9. Berti Malingara, Garamin, NTT. 
  10. Abdurahman, Perdik
  11. Antony Tsaputra, PPDI Padang
  12. Mahalli, AIDRAN
  13. Fatum Ade, Sapda
  14. Ismail, SIGAB. 
  15. Luluk Ariyantiny, PPDIS Situbondo. 
  16. Rofah Mudzakir, UIN Sunan Kalijaga
  17. Ken Kerta, Lingkar Sosial Indonesia (LINKSOS)
  18. Alies Lintang, Pusat Studi dan Layanan Disabilitas
  19. Muhammad Yunus, NU Online
  20. Mukhanif Yusuf, Yayasan Difapedia Indonesia Inklusi
  21. Heru Prasetia, Gus Durian
  22. Barkatullah, Banjarbilitas, Banjarmasin
  23. Lukmanul Hakim, Dosen Fisipol UGM
  24. Muhamad Qodir, Amnesty International
  25. Unita Werdi Rahajeng, Pegiat Disabilitas, Dosen Universitas Brawijaya
  26. Ulfa Fatmala Rizki, Pegiat disabilitas, Dosen Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta