Urgensi Pelibatan Perempuan Disabilitas dalam Riset dan Kajian

Yogyakarta, sapdajogja.org, SAPDA bersama perwakilan mitra AIDRAN La Trobe University, FH UGM, serta tim konsultan lembaga berdiskusi dalam workshop Penyusunan Peta Jalan untuk Meningkatkan Kapasitas Perempuan dan Perempuan Disabilitas melalui penelitian dan penyusunan kajian yang berperspektif gedsi (gender dan disabilitas). Hal ini dilakukan karena kebijakan pusat dan daerah, serta adanya temuan data yang belum berperspektif gedsi. Kurangnya kapasitas dan kompetensi peneliti perempuan serta perempuan disabilitas merupakan salah satu alasannya. Harapan dari proses ini adalah untuk saling bertukar cerita dan pengalaman agar dapat mendesain konsep capacity building yang efisien, serta mempunyai hasil yang optimal juga mengajak perempuan dan perempuan disabilitas menjadi peneliti.

Workshop ini diselenggarakan atas kondisi kurangnya pengakuan dari berbagai pihak atas kapasitas penyandang disabilitas dalam melakukan penelitian dan menulis kajian untuk mendukung pembuatan kebijakan dan program yang berperspektif gedsi.

Yayasan SAPDA telah melakukan implementasi program yang melibatkan perempuan dan perempuan disabilitas di beberapa daerah seperti Sumba, Kupang, DIY, NTT, NTB dan Palu. Data, cerita, dan praktik baik yang didapatkan selama ini dapat disusun menjadi jurnal, tulisan ilmiah, maupun buku-buku cerita praktik baik.

“Dengan banyaknya pengalaman yang dimiliki oleh SAPDA, perlu manajemen tim yang baik untuk menghasilkan sebuah hasil riset, bisa diantaranya ada tim yang mendokumentasi, mendata, menulis dan menganalisa data”, ujar Sri Wiyanti yang biasa dipanggil Iyik perwakilan dari FH UGM, Sabtu (30/03/2019).

Dina Afrianty peneliti dari AIDRAN (La Trobe University) juga menambahkan bahwa tulisan akan menjadi kuat dengan adanya data maupun cerita yang didapat langsung dari teman-teman penyandang disabilitas.

“Penulisan ini dilakukan untuk lebih mengetahui cerita-cerita langsung dari penyandang disabilitas sebagai subjek yang diteliti, cerita ini bisa digali dari orangtua, guru, maupun anak disabilitas itu sendiri” ujarnya.

Untuk masalah substansi dan konten penulisan artikel ilmiah secara baik dan benar sesuai dengan kaidah, Mukhotib MD siap membantu jika beberapa tim SAPDA mengalami kesulitan dalam hal tersebut,

“Yang terpenting bagaimana setelah melakukan kajian-kajian (research) itu, penyandang disabilitas tidak hanya sebagai data saja tapi juga memproduksi hasil-hasil yang dapat digunakan sebagai gerakan advokasi”, jelas Mukhotib MD.

Sedangkan Tody Sasmita sebagai peneliti di Universitas Gadjah Mada menekankan bahwa riset dapat dilakukan oleh siapa saja, akademisi, dosen, NGO, jadi tidak menutup kemungkinan bahwa SAPDA dapat melakukan riset yang hasilnya berupa jurnal ataupun karya ilmiah lainnya,

“Karena yang terpenting adalah data, siapa yang akan menafsirkan data dan siapa yang akan mengumpulkan data harus jelas karena itu dua pekerjaan yang berbeda” jelas Tody kepada seluruh tim SAPDA.

Tari Putri selaku koordinator divisi WDCC SAPDA juga menambahkan masukannya,

“Sebaiknya melakukan banyak pendataan tentang cerita-cerita baik, dengan mengadakan pelatihan menulis yang didukung dengan pembuatan tools yang dapat diakses oleh semua ragam disabilitas”.

Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan dari Rini Rindawati selaku koordinator divisi Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi,

“Data berupa cerita dan pengalaman dari anak difabel itu juga perlu untuk mendukung tulisan yang baik”, ujarnya.

Terakhir, Didit Dananto selaku konsultan lembaga memberikan masukkan terhadap SAPDA,

“Ada satu divisi lagi yang sepertinya perlu diinisiasi, yakni divisi dokumentasi, sehingga data dan analisa dari tulisan itu dapat dikemas dengan baik dan dapat dipublikasikan secara luas.”

Dengan segala masukan yang diterima pada workshop Sabtu, 30 Maret lalu, maka kedepannya SAPDA memiliki rencana menjadikan cerita praktik baik dan capaian-capaian selama ini menjadi bentuk karya-karya ilmiah, agar dapat menjadi referensi kajian bagi masyarakat yang ingin mendalami isu disabilitas, selain itu pula agar dapat mengajak lebih banyak perempuan disabilitas dan perempuan dengan anak disabilitas terlibat dalam riset tentang disabilitas itu sendiri.