SAPDA Mulai Kerjasama dengan PN Pati Wujudkan Peradilan Inklusi

Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) melakukan asistensi ke Pengadilan Negeri (PN) Pati, Selasa (23/3). Kunjungan ini menandai dimulainya kerjasama antara kedua lembaga, lewat penandatanganan MoU antara Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani dengan Ketua PN Pati Suwarno.

“Layanan kami harus bisa diterima di semua kalangan, semua lapisan masyarakat, tidak membedakan dari sisi latar belakang apa pun. Dari situ kami menyadari bahwa kami harus mewujudkan pengadilan yang inklusif, ramah, aksesibel, dan akomodatif terhadap penyandang disabilitas,” kata Ketua PN Pati Suwarno usai penandatanganan MoU.

Suwarno pun berharap kelompok penyandang disabilitas di Kabupaten Pati merasa nyaman dan tidak lagi mengeluhkan keterbatasan ketika menggunakan layanan di PN Pati, baik sebagai pihak yang berperkara maupun sekedar pengunjung sidang dan pencari informasi.

Untuk mewujudkan harapan itu, kata Suwarno, perlu ada peningkatan sumber daya manusia. Pihaknya pun membuka ruang bagi SAPDA untuk memberikan pelatihan tentang etika melayani penyandang disabilitas, utamanya bagi jajaran pegawai yang bekerja di garis depan seperti petugas keamanan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

“Kemudian tentu teman-teman hakim juga diharapkan nanti mendapatkan pelatihan khusus tentang bagaimana melayani proses persidangan bagi teman-teman penyandang disabilitas. Termasuk juga mungkin nanti bagi juru sita, karena merekalah yang akan bertemu secara langsung pertama kali (dengan penyandang disabilitas),” tambah Suwarno.

Kepada SAPDA, Suwarno mengakui bahwa data penyandang disabilitas yang berperkara di wilayah hukum Kabupaten Pati sangat sedikit. Namun, lembaga yang dipimpinnya telah bersepakat untuk tidak mengacu kepada statistik.

“Di luar data itu pasti ada (penyandang disabilitas yang berperkara di Pati). Jadi kadang-kadang kami menanggap itu belum perlu, tapi ternyata enggak juga ya. Karena kehadiran teman-teman (penyandang disabilitas) suatu waktu tidak bisa kita rencanakan,” katanya.

Menanggapi Suwarno, Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani mengatakan bahwa sedikitnya data penyandang disabilitas yang berperkara di pengadilan disebabkan karena mayoritas dari mereka tidak memiliki keberanian dan kapasitas untuk melaporkan kasus. “Kebanyakan beberapa kasus yang kami temui itu karena mungkin pelakunya keluarga sendiri, sehingga berhenti, tidak jadi dilaporkan,” jelas Nurul.

Faktor lain yang lebih besar berkaitan dengan sistem, yakni banyaknya kasus yang terhenti di kejaksaan dan kepolisian. “Bisa jadi karena kekurangan saksi, atau kepolisian tidak memahami bagaimana prosedur BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Dan persoalan-persoalan komunikasi yang memang misalnya itu harus ada juru bahasa isyarat, tapi ternyata tidak ada. Jadi itu dihentikan kasusnya,” kata Nurul.

Atas dasar itu, Nurul menegaskan penting untuk mewujudkan aksesibilitas di pengadilan mulai dari sekarang. “Memang untuk sampai ke pengadilan tersaringnya banyak. Tapi begitu sistemnya sudah siap, banyak yang sampai ke pengadilan. Di Yogyakarta sudah mulai banyak (terbukti),” kata Nurul.

Membuka Kerjasama

Dengan ditandatanganinya perjanjian kerjasama ini, pintu menuju kolaborasi antara SAPDA dengan PN Pati terbuka. Rencana kerjasama antara kedua lembaga dipaparkan oleh Rini Ririndawati dari divisi Woman Disability Crisis Center (WDCC) SAPDA kepada jajaran pimpinan dan pegawai di PN Pati.

Rini menyampaikan bahwa pendampingan SAPDA kepada PN Pati terbagi ke dalam 21 buah kegiatan. Enam kegiatan berkaitan dengan sumber daya manusia. Selanjutnya, lima kegiatan berkaitan dengan sarana dan prasarana. Kemudian, tujuh kegiatan berkaitan dengan sistem. Sementara tiga kegiatan sisanya berkaitan dengan promosi dan kampanye.

Selain itu, kunjungan ini juga mengagendakan mainstreaming isu disabilitas. Sholih Muhdlor dari divisi Gender Equality, Disability, & Social Inclusion (GEDSI) SAPDA memberikan pengenalan tentang ragam disabilitas dan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas kepada jajaran pimpinan dan pegawai PN Pati.

Selain itu, program manager SAPDA Ayatullah R.K (Mico) juga memberikan pemaparan tentang standar aksesibilitas bangunan bagi penyandang disabilitas. Setelah memberikan pemaparan, tim SAPDA berkesempatan melihat sarana dan prasarana aksesibilitas yang sudah atau sedang dibangun di PN Pati.

Menurut observasi tim SAPDA, PN Pati hanya baru menyediakan fasilitas standar untuk pemenuhan akreditasi, seperti kruk dan kursi roda untuk penyandang disabilitas fisik. Di luar itu, PN Pati memiliki program kartu prioritas yang ditujukan bagi kelompok rentan yang terdiri atas penyandang disabilitas, lansia, serta ibu hamil atau menyusui. Melalui kerjasama dengan SAPDA, diharapkan sarana dan prasarana semakin lengkap di kemudian hari.

SAPDA sendiri diamanatkan untuk mendampingi sejumlah pengadilan yang ditunjuk Mahkamah Agung (MA) dan memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk menjadi pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas.

Hingga kini, SAPDA antara lain telah menjalin perjanjian kerjasama dengan Pengadilan Agama (PA) Yogyakarta, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, PN Yogyakarta, PN Karanganyar, dan PN Batam. Seluruh kolaborasi ini terwujud berkat pendanaan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2).