Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) terus memperluas kerjasama dalam mewujudkan peradilan inklusif. Sepanjang bulan April 2021, SAPDA menandatangani perjanjian kerjasama dengan tiga lembaga peradilan sekaligus, antara lain Pengadilan Militer Yogyakarta (6/4), Pengadilan Negeri Batam (9/4), dan Pengadilan Negeri Ungaran (16/4).
Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani memberikan apresiasi kepada pegadilan-pengadilan yang telah memiliki komitmen untuk menyediakan akomodasi yang layak berupa sarana prasarana dan kebijakan layanan bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum, baik sebagai korban, saksi, maupun pelaku.
“Tetapi memang perlu diingat bahwa layanan yang ramah tidak hanya diberikan kepada penyandang disabilitas yang berkunjung karena berhadapan dengan hukum. Tetapi juga untuk kita semua, termasuk untuk staf di pengadilan yang memang suatu saat akan membutuhkan akses yang ramah,” jelas Nurul.
Ketua Pengadilan Militer Yogyakarta Fredi Ferdian Isnartanto mengatakan masukan-masukan yang diberikan SAPDA berguna karena pihaknya masih awam terkait dengan isu hak penyandang disabilitas. Kendati belum pernah menerima penyandang disabilitas, ia berkomitmen memperbaiki PM Yogyakarta menjadi lebih aksesibel.
“Itulah yang menjadi landasan kami. Step by step kami mencoba memperbaikinya dengan pendampingan dari SAPDA. Beberapa saran dari SAPDA sudah kami terima dan itu menjadi masukan buat kami. Kita tidak membeda-bedakan. Kita berikan pelayanan kepada seluruhnya,” kelas Fredi.
Senada dengan Fredi, Ketua Pengadilan Negeri Ungaran Ikshan Fathoni mengatakan kerjasama dengan SAPDA membantu lembaga yang dipimpinnya meminimalisir kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang disabilitas, mengingat isu aksesibilitas pengadilan juga menjadi isu yang pihaknya baru pelajari.
“Mau tidak mau kita harus belajar supaya kita lebih tahu cara untuk memberikan pelayanan yang terbaik. Ke depannya kami akan selalu jalin kerjasama dengan Yayasan SAPDA untuk meningkatkan layanan bagi kaum disabilitas. Sehingga antara yang kita bikin dengan yang pengguna harapkan itu match,” kata Ikshan.
Ikshan percaya bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam layanan. Karena itu penting membangun fasilitas untuk mendukung penyandang disabilitas agar bisa mengakses layanan di pengadilan dengan setara. “Nanti pimpinan pasti akan melihat bahwa kita punya kemauan. Saya yakin ketika kita sudah memulai kebaikan, pasti akan didukung,” ujarnya.
Ada pun Ketua Pengadilan Negeri Batam Wahyu Iman Santoso mengapresiasi adanya pendampingan dengan SAPDA dalam mewujudkan pengadilan yang aksesibel. Sebab, ia pun tidak menampik bahwa sulit menemukan lembaga sosial di Batam yang terdorong untuk memperjuangkan hak-hak kelompok rentan.
“Kami berusaha untuk memperbaiki diri, mempersiapkan sarana dan pra sarana. Walaupun tidak mudah, tetapi sedikit demi sedikit kami sudah membangun secara fisik bangunan yang lebih ramah terhadap kaum rentan. Ke depan kami akan selalu mencoba menjalin hubungan yang baik dengan Yayasan SAPDA,” kata Wahyu.
Selain penandatanganan perjanjian kerjasama, di dalam kegiatan tersebut SAPDA juga melakukan mainstreaming isu disabilitas kepada jajaran pimpinan, hakim, panitera, petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan petugas keamanan di ketiga lembaga pengadilan.
Kendati baru memulai perjanjian kerjasama, ketiga pengadilan ditemui telah lebih dulu membangun sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas dan kelompok rentan, seperti bidang miring atau ramp, handrail, hingga tempat parkir penyandang disabilitas.
Selain itu juga ruang tunggu kelompok rentan, toilet kelompok rentan, ruang sidang kelompok rentan, layanan khusus kelompok rentan, dan guiding block. Pengadilan Negeri Batam paling menarik perhatian karena insiatifnya membangun guiding block dari luar, PTSP, kantin, hingga seluruh ruang sidang.
Semua fasilitas tersebut juga telah diujicoba bersama dengan teman-teman komunitas penyandang disabilitas di masing-masing daerah. Ada pun fasilitas yang sebagian besar belum dipenuhi antara lain media informasi yang aksesibel seperti video dengan Juru Bahasa Isyarat (JBI) dan buku panduan dengan bahasa braille.
SAPDA sendiri diamanatkan mendampingi pengadilan-pengadilan yang ditunjuk Mahkamah Agung (MA) dan memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) untuk menjadi pengadilan yang ramah bagi penyandang disabilitas.
Hingga saat ini, SAPDA telah menjalin kerjasama dengan Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, PN Karanganyar, PN Pati, PN Klaten, PN Malang, Pegadilan Agama (PA) Yogyakarta, PA Stabat, Pengadilan Tinggi (PT) Yogyakarta, PT Surabaya, dan PT Palangkaraya. Seluruh kerjasama ini terwujud dengan dukungan pendanaan oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ).