Pengadilan Negeri (PN) Sukoharjo siap menuju pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Komitmen ini disampaikan pada kegiatan Asistensi Aksesibilitas dan Penandatanganan Kesepakatan antara PN Sukoharjo bersama Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) dan komunitas disabilitas Sukoharjo pada Rabu (10/11).
“Selain komitmen kita untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotis (KKN), kita juga menghadirkan pelayanan prima yang harapannya bisa ramah terhadap penyandang disabilitas. Akses keadilan harus bisa menjangkau semua orang tidak terkecuali penyandang disabilitas”, tegas Ketua PN Sukoharjo Putut Tri Sunarko.
Lebih lanjut, Ketua PN Sukoharjo juga berharap SAPDA dapat memberikan dukungan dalam upaya peningkatan pelayanan hukum bagi penyandang disabilitas. Menurutnya, layanan yang inklusif kepada penyandang disabilitas tidak hanya berhenti pada penyediaan fasilitas fisik, namun juga peningkatan wawasan tentang isu disabilitas kepada aparatur pengadilan.
“Kami sadar bahwa layanan bagi disabilitas masih kurang. Kami berharap agar SAPDA bisa membantu kami dalam peningkatan layanan, terutama di PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), sehingga disabilitas yang memperoleh layanan hukum tidak merasa dimarjinalkan,” tambah Putut.
Menanggapi Putut, Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani mengapresiasi komitmen PN Sukoharjo untuk menjadi pengadilan yang inklusif bagi penyandang disabilitas. Lebih lanjut, Nurul juga menegaskan bahwa pengadaan layanan inklusi juga telah diamanatkan oleh Surat Keputusan (SK) Badan Peradilan Umum (Badilum) Nomor 1692 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas di Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.
“Makamah Agung (MA) sudah berkomitmen dalam pelayanan hukum untuk penyandang disabilitas. Harapannya pengadilan di bawah MA juga berkomitmen memperbaiki layanan agar bisa diakses bagi semua orang termasuk penyandang disabilitas,” tambah Nurul.
Sebagai bentuk dukungan untuk menciptakan pengadilan inklusi, SAPDA juga memberikan pengarusutamaan tentang konsep pengadilan inklusi dan ragam disabilitas kepada aparatur PN Sukoharjo, dengan tujuan untuk membangun perspektif disabilitas bagi sumber daya manusia PN Sukoharjo.
Pengarusutamaan difasilitasi langsung oleh program manager SAPDA Ayatulloh (Micko) dan staff Women Disability Crisis Center (WDCC) Tio Tegar dengan dukungan kawan-kawan komunitas disabilitas Sukoharjo, kepada jajaran pimpinan, hakim, panitera, petugas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan petugas keamanan.
Micko menjelaskan bahwa pengadilan harus inklusif, dalam artian mudah dan nyaman diakses oleh semua orang. Dalam kaitannya dengan isu disabilitas, maka konsep pengadilan inklusif berbicara tentang layanan pengadilan yang aksesibel baik melalui infrastruktur maupun kebijakan. “Kunci pengadilan inklusif adalah kesetaraan dan keterbukaan baik non-disabilitas ataupun disabilitas,” katanya.
Dalam kesempatan kali ini, Micko juga menjelaskan dan mempraktikan bagaimana etika dalam melayani penyandang disabilitas sesuai dengan ragamnya; mulai dari cara mendorong kursi roda, berkomunikasi dengan penyandang disabilitas Tuli sampai menuntun penyandang disabilitas netra.
Micko juga menegaskan agar pengadilan melaksanakan penilaian personal di level PTSP. Ia mengatakan bahwa penilaian personal penting untuk mengetahui kebutuhan penyandang disabilitas. “Penilaian personal wajib dipahami oleh teman-teman PTSP, karena penilaian personal membantu mengidentifikasi kebutuhan dan hambatan disabilitas dalam mengakses pengadilan,” tambah Micko.
Menambahkan materi yang telah disampaikan oleh Micko, Tio juga menegaskan bahwa penyandang disabilitas memiliki kebutuhan dan hambatannya masing-masing. Karena itu, ia mengatakan bahwa petugas perlu aktif bertanya apa saja kebutuhan penyandang disabilitas dalam mengakses layanan di pengadilan.
“Jangan ada stigma terhadap penyandang disabilitas, seperti langsung memberikan uang kepada mereka. Tanya terlebih dahulu apa tujuan mereka datang ke pengadilan, bisa jadi mereka ingin mengakses layanan di pengadilan,” imbuh Tio.
Tio juga mengingatkan bahwa semua orang memiliki potensi untuk menjadi penyandang disabilitas, baik itu karena faktor umur, kecelakaan, virus atau penyakit atau bencana alam. Menurutnya dengan menghadirkan layanan yang inklusif, PM Sukoharjo bukan hanya mudah diakses oleh penyandang disabilitas, melainkan juga semua orang.
“Pada saat gempa tahun 2006 di Yogyakarta, angka penyandang disabilitas langsung meningkat. Ini sebabnya layanan yang inklusi itu penting, karena kita semua memiliki potensi untuk menjadi disabilitas”, tutup Tio.
Pada kegiatan asistensi ini, SAPDA juga mengajak aparatur PN Sukoharjo menguji fasilitas dan infrastruktur yang telah disediakan untuk penyandang disabilitas, antara lain ruang tunggu prioritas, toilet khusus penyandang disabilitas, kartu prioritas, tempat parkir khusus penyandang disabilitas, guiding block hingga ruang sidang aksesibel.
Asistensi ini didukung oleh komunitas disabilitas di Sukoharjo, seperti Paguyuban Difabel Sehati dan Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin). Kegiatan ini berlangsung berkat dukungan pendanaan oleh Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2).