Lanjutkan Kerjasama dengan SAPDA, PA Yogyakarta Ingin Penuhi Hak Perempuan & Anak

Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani menandatangani MoU dengan Wakil Ketua PA Yogyakarta Nur Laila

Pengadilan Agama (PA) Yogyakarta berharap upaya mewujudkan peradilan yang inklusif terus meluas tak hanya menyasar penyandang disabilitas melainkan juga kelompok rentan lainnya seperti perempuan dan anak. Harapan ini disampaikan dalam seremonial perpanjangan kesepakatan kerjasama (MoU) antara PA Yogyakarta dengan Yayasan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak pada Selasa (8/7). 

“Saya selama ini sudah terlibat di dalam (isu) perempuan dan anak, selain disabilitas. Kalau boleh kemudian bergeserlah ke sana. Saya berharap nanti kalau boleh SAPDA bergerak dari pelayanan disabilitas menjadi juga perempuan dan anak,” kata Wakil Ketua PA Yogyakarta Nur Lailah Ahmad saat memberikan sambutan.

Kapada tim SAPDA, Nur membagikan pengalamannya ketika menjalankan pilot project layanan pengadilan yang ramah bagi perempuan dan anak ketika menjabat di PA Wates, Kulon Progo. Ia bercerita kala itu pihaknya melatih seluruh aparatur pengadilan dari lini terdepan agar dapat memberikan pelayanan yang ramah bagi perempuan dan anak.

“Sampai Hakim pun dalam persidangan kami siapkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak berpihak. Contohnya seorang Hakim tidak boleh bertanya kepada istri, ‘Kamu ngapain sampai suaminya (mengajukan) cerai?’ Itu pertanyaan yang sangat sensitif karena sudah menuduh perempuan itu penyebab perceraian,” tutur Nur.

Selain itu, Nur mengaku PA Yogyakarta saat ini tengah mempersiapkan rumah aman sebagai upaya memajukan perlindungan perempuan dan anak. “Kenapa itu kita lakukan, karena kadang-kadang perempuan takut ke pengadilan bertemu dengan suaminya. Berharap, ketika dia datang ke sini merasa enggak nyaman, kita bisa lindungi. Nanti ketika sidang baru kita antar ke sini (PA Yogyakarta),” katanya.

Sementara itu Direktur SAPDA Nurul Saadah Andriani memberikan apresiasi kepada PA Yogyakarta atas komitmen untuk mewujudkan yang inklusif bagi penyandang disabilitas, perempuan dan anak. Nurul berharap PA Yogyakarta dapat menjadi contoh baik bagi Pengadilan-pengadilan Agama lainnya di seluruh Indonesia.

“Harapannya dengan MoU Pengadilan Agama Yogyakarta dapat membagikan ilmunya, pengalamannya kepada Pengadilan-pengadilan agama yang lain. Jadi kita bisa bergerak bersama mendukung Mahkamah Agung mewujudkan peradilan yang inklusif,” kata Nurul.

PA Yogyakarta sendiri merupakan salah satu mitra yang mendukung SAPDA dalam melangsungkan advokasi peradilan yang ramah penyandang disabilitas dan kelompok rentan sejak 2 tahun terakhir. Dari kerjasama sebelumnya, PA Yogyakarta telah menyediakan berbagai fasilitas yang memudahkan penyandang disabilitas mengakses layanan pengadilan.

Fasilitas itu seperti infrastruktur berupa bidang miring untuk pengguna kursi roda; guiding block yang tersebar dari halaman pengadilan, PTSP hingga ruang sidang untuk penyandang disabilitas netra; toilet yang aksesibel; pegangan; hingga media informasi yang aksesibel. Pada akhir tahun 2021, SAPDA pun memberikan penghargaan atas inisiatif PA Yogyakarta dalam menyediakan fasilitas baru yang diatur di dalam kebijakan manapun, yaitu mobil antar jemput persidangan bagi kelompok rentan.

Di samping itu, PA Yogyakarta juga selalu mengerahkan aparaturnya untuk menjalani pelatihan mengenal ragam dan etika berinteraksi dengan penyandang disabilitas yang diselenggarakan oleh SAPDA selama beberapa waktu terakhir. Komitmen-komitmen tersebut kini membuat PA Yogyakarta menjadi mudah diakses oleh penyandang disabilitas.

Hingga artikel ini dimuat, total sebanyak 30 pengadilan di seluruh Indonesia telah menjalin kerjasama dengan SAPDA dalam mendorong peradilan inklusif yang terbentang mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Tinggi Agama, Pengadilan Militer hingga Pengadilan Tata Usaha Negara. Seluruh kerjasama ini terjalin berkat dukungan pendanaan dari Pemerintah Australia melalui program Australia-Indonesia Partnership fot Justice (AIPJ2).