Mewujudkan Peradilan Inklusif bagi Disabilitas

Mewujudkan Peradilan Inklusif bagi Disabilitas

Lembaga peradilan adalah ruang publik yang harus terbuka bagi siapa pun, termasuk penyandang disabilitas. Hal itu disampaikan Nuryanto, hakim senior di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Hal tersebut disampaikan dalam pertemuan yang dilakukan bersama SAPDA, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi FH-UI) dan Australia-Indonesia Partnership for Justice (AIPJ2) pada Selasa (10-/12).

Pertemuan yang berlangsung di ruang mediasi PN Yogyakarta tersebut membahas berbagai hal yang menyangkut disabilitas dalam berhadapan dengan hukum. PN Yogyakarta merupakan salah satu pengadilan yang sudah menyediakan layanan dan infrastruktur yang aksesibel. Layanan tersebut berupa penyediaan fasilitas ramp, kursi roda, toilet bagi disabilitas, dan ruang tunggu khusus difabel.

Selain layanan dalam bentuk fisik, pengadilan yang terletak di Jalan Kapas ini juga sudah menyediakan formulir bagi disabilitas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Hakim-hakim yang berada di PN Yogyakarta juga sudah mulai mengenali dan memahami kondisi ragam disabilitas. SAPDA pernah berkesempatan memberikan pelatihan cara berinteraksi dengan disabilitas kepada semua pegawai dan hakim di PN Yogyakarta dengan menghadirkan langsung empat ragam penyandang disabilitas.

Setelah dengan PN Yogyakarta, pertemuan dilanjutkan ke Pengadilan Agama Yogyakarta. Senada dengan hakim PN Yogyakarta, Dhedy Supriadi, ketua PA Yogyakarta juga menyampaikan bahwa pengadilan merupakan hak bagi semua, tak terkecuali penyandang disabilitas.

Pengadilan agama ini memiliki pengalaman mengenai penanganan disabilitas yang berperkara, yakni perceraian pasangan disabilitas netra dan tuli. Hakim di pengadilan ini mengaku kesulitan berkomunikasi dengan disabilitas Tuli yang berperkara. Dhedy berharap ke depan bisa bekerjasama dengan SAPDA atau DPO lain untuk mengadakan pelatihan mengenai cara berinteraksi dengan disabilitas. Hal ini dirasa penting untuk meningkatkan kemampuan hakim menangani perkara disabilitas berhadapan dengan hukum.

Praktik baik pelayanan bagi disabilitas juga terjadi di lingkungan Pengadilan Negeri Sleman. Ketua pengadilan dan hakim di lembaga ini sudah memiliki kepekaan terhadap disabilitas. Seperti ketika menangani perkara disabilitas mental, hakim memanggil psikolog untuk mendapatkan pertimbangan agar keputusan yang diambil tepat.

Fasilitas infrastruktur di PN Sleman juga disesuaikan dengan kebutuhan disabilitas, seperti meja PTSP yang tidak terlalu tinggi, kamar mandi khusus disabilitas, dan ramp. Pengadilan ini juga sejak lama sudah menerima pegawai disabilitas.

Pengadilan Negeri se-Yogyakarta perlu bekerja sama

Di hari berikutnya, (11/12) kunjungan dilakukan di tiga pengadilan berbeda, di antaranya PN Bantul, PA Bantul dan PN Wonosari. Pengadilan Negeri Wonosari saat ini sedang melakukan penanganan kasus disabilitas netra. Pengadilan yang berada di Kabupaten Gunung Kidul ini dikenal bangunannya yang aksesibel bagi disabilitas sejak 2016. Hal tersebut dilakukan agar ruang pengadilan terbukan bagi semua kalangan.

Pengadilan ini berharap ke depan ada pelatihan bagi hakim dalam menagani setiap langkah peradilan terhadap penyandang disabilitas. Lebih lanjut, Ketua PN Wonosari, Eman Sulaiman mengatakan semestinya semua pengadilan negeri di Yogyakarta menjalin kerja sama dan membuat kesepakatan yang inklusif, tidak berjalan sendiri-sendiri. Dengan begitu, mewujudkan peradilan yang inklusif bagi disabilitas bukan isapan jempol belaka.