Mencari Titik Temu Kampanye Media Kesehatan Reproduksi yang Inklusif

Mencari Titik Temu Kampanye Media Kesehatan Reproduksi yang Inklusif

Media memiliki peran yang penting dan cukup efektif untuk mendukung kampanye kesehatan reproduksi yang inklusif. Hal ini merupakan hasil dari diskusi publik “Konvergensi Kampanye Media Terhadap SRHR Inklusif” yang diselenggarakan SAPDA, Rabu (29/7).

Diskusi yang dilakukan secara daring ini menghadirkan salah satu pegiat media Budi Hermanto, pegiat media, Prita Hutomo dari Engage Media, Asrorul Mais, Wakil Kaprodi IKIP PGRI Jember dan remaja SRHR Inklusi Jember.

“Dalam menentukan media untuk komunikasi, sangat penting untuk membaca apa yang dibicarakan di platfrom, misalnya media sosial. Hal ini penting untuk menentukan produk, konten dan media yang tepat” Kata Budi.

Semua hal tersebut nantinya akan ditentukan utk menjangkau sasaran, lanjut Budi. “Kita membutuhkan mindfull, atau kehati-hatian dan kesadaran dalam menggunakan media untuk kampanye kesehatan reproduksi bagi disabilitas” terang Prita.

Lebih lanjut, Pitra menyatakan perlunya keterlibatan disabilitas, keberpihakan, korelasi, dan empati dalam media yang digunakan dalam kampanye. Tidak serta merta disetarakan dengan yang non-disabilitas.

Sementara itu, Perkumpulan Remaja HKSR Inklusi Jember yang sudah melakukan Analisis Sosial berbasis media pada kampanye HKSR Inklusi di Jember menemukan fakta bahwa media sosial memiliki peran yang cukup signifikan.

“Media sosial seperti facebook, instagram, youtube, hingga whatsapp sangat sering digunakan oleh para remaja, baik disabilitas mupun bukan disabilitas. Sementara itu, masyarakat dan orang tua lebih mengandalkan televisi dan whatsapp” terang Salman, selaku perwakilan HKSR Inklusi Jember.

Asrorul Mais, Kaprodi Pendidikan Luar Biasa IKIP PGRI Jember, menegaskan tantangan spesifikasi media yang digunakan bagi kampanye SRHR yang Inklusif. Terlebih dalam dunia kampus yang menyiapkan kader pendidik yang akan terjun di SLB. “Di ranah kampus isu kesehatan reproduksi bagi disabilitas masih belum sexy. Selain itu, masih sangat minim media literasi tentang kesehatan reproduksi bagi disabilitas”, pungkasnya.