Pengadilan Negeri (PN) Klaten, Jawa Tengah, siap menjadi lembaga yang aksesibel bagi penyandang disabilitas. Komitmen ini disampaikan dalam kunjungan asistensi yang dilakukan Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA) ke PN Klaten pada Jumat (26/2) lalu.
“Sejak tahun 2016, sebenarnya kita sudah mengacu pada pembangunan yang aksesibel. Contoh, di depan dan belakang sudah kita buat ramp di samping tangga meskipun masih tinggi. Toilet juga sudah dibangun yang memang kita upayakan sesuai dengan kebutuhan teman-teman disabilitas,” kata Sekretaris PN Klaten, Edi Sutanto.
Edi menjelaskan, sejalan dengan misi Mahkamah Agung untuk memberikan layanan yang prima, PN Klaten berusaha memberikan layanan terbaik bagi seluruh kelompok masyarakat. Harapan ini pun sudah diamanatkan oleh pimpinan pengadilan dan diharapkan terwujud di tahun 2021.
“Pimpinan kami berharap tahun ini ada peningkatan layanan, terutama untuk penyandang disabilitas dari awal masuk gedung PN hingga sampai di persidangan. Untuk itulah kami menggandeng SAPDA dalam mewujudkan aksesibilitas ini, supaya nanti dalam kami melakukan pembangunan tidak salah,” tambah Edi.
Sebagai bagian dari usaha peningkatan layanan tersebut, PN Klaten sebelumnya juga sempat melakukan studi banding ke PN lainnya. “Kami sudah melakukan studi banding ke Pengadilan Negeri Karanganyar, Wonosari dan juga Wates yang telah menerapkan,” ujar Edi.
Sementara itu, Fatum Ade mewakili divisi Woman Disability Crisis Center (WDCC) SAPDA mengakui bahwa pembangunan sarana dan prasarana yang aksesibel bagi penyandang disabilitas di PN Klaten tidak bisa diwujudkan dalam sekali waktu.
“Kita akan lakukan secara bertahap. Akan ada rapat kerja, kita akan melihat itu tahapannya apa saja. Kita juga akan ada capacity building juga untuk petugas, hakim, panitera agar mereka paham bagaimana berhadapan dengan disabilitas,” tegas Fatum Ade.
Dalam kunjungan yang pertama ini, SAPDA juga berkesampatan memeriksa fasilitas yang sudah ada. Pemeriksaan dilakukan mulai dari pintu masuk, pos keamanan, tempat parkir, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), sampai ke ruang pengadilan. “Kita lihat satu per satu (sebagai bahan) untuk memantau perkembangan tiga bulan kedepan,” kata Fatum Ade.
Di samping PN Klaten, SAPDA berkomitmen untuk melakukan pendampingan pada lembaga peradilan lainnya. Paling tidak, sebanyak tujuh pengadilan ditargetkan menjadi mitra kerjasama SAPDA di bawa pendanaan dari Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ 2).
“Di Yogyakarta sudah ada tiga pengadilan yang kami dampingi. Ada Pengadilan Agama Jogja, Pengadilan Negeri Jogja, Pengadilan Tinggi Jogja. Selain itu juga ada Pengadilan Negeri Pati, Batam, Stabat. Dan yang baru hari ini minta didampingi adalah Malang,” tutup Fatum Ade.