Kampanye aksesibel menjadi satu medium yang banyak dipilih untuk mengkomunikasikan pengetahuan terkait penanganan dampak pandemi Covid-19 bagi penyandang disabilitas. Selain menentukan teknik komunikasi strategis yang tepat, penting pula untuk memetakan audiens yang disasar.
Selain individu penyandang disabilitas itu sendiri, juga terdapat empat pihak lain yang bisa menjadi target dalam kampanye aksesibel terkait Covid-19. Di antaranya yakni pemerintah, komunitas, keluarga, dan caregiver; demikian menurut Rini Ririndawati dari hola Woman Disability Crisis Center (WDCC) Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA).
Rini menyampaikan itu ketika membagikan cerita dalam pertemuan Kelompok Kerja Komunikasi Resiko dan Keterlibatan Komunitas (Risk Communication and Community Engagement Working Group/RCCE) Covid-19, Jumat (15/1).
Untuk pemerintah, sosialisasi bisa dilakukan melalui pendekatan kebijakan, yaitu dengan mengadakan kerjasama penyusunan kebijakan khusus. Misalnya, Rini bercerita bahwa SAPDA pernah bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) untuk membuat panduan perlindungan khusus perempuan penyandang disabilitas di tengah pandemi Covid-19.
“Kemudian kita (membuat panduan) perlindungan dan penanganan Covid-19 untuk anak-anak penyandang disabilitas. Kita juga pernah membantu pemerintah membuat protokol penanganan Covid-19 untuk penyandang disabilitas,” tutur Rini.
Selanjutnya, yakni komunitas. Rini bercerita bahwa SAPDA sering melakukan diseminasi pengetahuan terkait penanganan Covid-19 kepada organisasi penyandang disabilitas di sejumlah wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. “Yang pasti dengan standar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah, memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak,” katanya.
Kemudian, yang tidak kalah penting adalah keluarga. Rini mengatakan bahwa keluarga merupakan tempat perlindungan terakhir dan paling diandalkan bagi penyandang disabilitas. Karena itu, keluarga juga perlu menjadi target komunikasi terkait penanganan dampak pandemi Covid-19.
Terakhir, yaitu caregiver atau pendamping. Mengingat ia adalah pihak terdekat yang membantu kehidupan penyandang disabilitas, kata Rini, caregiver sejatinya turut menjaga kesehatan diri. “Sehingga tetap aman melakukan aktivitas membantu teman-teman disabilitas yang menjadi dampingannya,” tutup Rini.
RCCE Covid-19 sendiri mengumpulkan berbagai organisasi kemanusiaan dan pemerintah di seluruh dunia. Proyek internasional yang didirikan pada Februari tahun 2020 ini, bertujuan mendiskusikan isu komunikasi resiko dan juga dari perlibatan masyarakat dalam di tengah pandemi virus corona.
Di Indonesia sendiri, RCCE Covid-19 dimpimpin oleh Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) dan Organisasi Pendanaan Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Children’s Fund (Unicef).
Ada pun pihak-pihak dalam negeri yang dilibatkan antara lain gugus tugas Covid-19 nasional, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Palang Merah Indonesia, hingga organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Perwakilan IFRC untuk Indonesia, Tyas, mengatakan bahwa pengetahuan dari SAPDA mengenai komunikasi strategis terhadap penyandang disabilitas di tengah pandemi Covid-19 sangat penting mengingat banyak lembaga dan tenaga relawan yang bersentuhan langsung dengan kelompok penyandang disabilitas di lapangan.
“Harapannya juga masukan-masukan yang diberikan SAPDA ini dapat diimplementasi atau pun dapat diadopsi ke dalam program dan rencana teman-teman yang bekerja di masyarakat, khususnya penyandang disabilitas,” lanjut Tyas saat dihubungi oleh SAPDA Media pada Senin (18/1).
Menurut Tyas, penyebaran informasi dan pengetahuan terkait Covid-19 harus melibatkan seluruh lapisan kelompok masyarakat, tidak terkecuali kelompok rentan yang utamanya adalah para penyandang disabilitas. “Apakah mereka mengerti pesan yang mainstream media sebarkan? Dan juga apakah informasi-informasi tersebut memang mereka butuhkan? Itulah yang harus dipastikan,” tutup Tyas.